1. Karakteristik yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas jasa layanan pendidikan adalah:
a. Responsiveness (ketanggapan), kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik,
b. Reliability (keandalan), kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan,
c. Emphaty (empati), rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, dan pengetahuan untuk dihubungi,
d. Assurance (jaminan), pengetahuan, kesopanan petugas, dan sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko, dan
e. Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
Analisis yang digunakan adalah Importance and Performance Matrix (IPM). Konsep ini mengukur tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Lebih rinci hubungan importance (kepentingan pelanggan) dengan performance (penampilan kinerja) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Importance and Performance Matrix
Kuadran I focus effort here (prioritas utama/attributes to improve), kinerja suatu variabel adalah lebih rendah dari keinginan konsumen sehingga kinerja organisasi harus ditingkatkan agar optimal. Kuadran I merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang di harapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah organisasi melakukan perbaikan secara terus menerus sehingga performance variable yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.
Kuadran II maintain performance (kinerja dipertahankan), kinerja dan keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga organisasi cukup mempertahankan kinerja variabel tersebut. Kuadran II merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.
Kuadran III medium low priority (prioritas rendah/attributes to maintain), kinerja dan keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat rendah, sehingga organisasi belum perlu melakukan perbaikan. Kuadran III adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV reduce emphasis (pelayanan berlebihan/main priority), kinerja organisasi berada dalam tingkat tinggi tetapi keinginan konsumen akan kinerja dari variabel tersebut hanya rendah, sehingga organisasi perlu mengurangi hasil yang dicapai agar dapat mengefisienkan sumber daya organisasi. Kuadran IV adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
2. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan bagian dari proses Total Quality Management (TQM).
Konsep pelibatan dan pemberdayaan karyawan ialah semua orang adalah pemasok dan pelanggan. Pelibatan dan pemberdayaan berkaitan dengan proses memuaskan pelanggan. Sehingga muncul pernyataan siapa memuaskan siapa, jadi jika semua orang adalah pemasok dan pelanggan, maka karyawan terlibat semua. Dengan demikian pelanggan eksternal akan terlayani, dengan konsekuensi keterlibatan semua (total) harus terwujud. Pendidikan sebagai jasa, maka orang harus dilibatkan, karena yang melayani dan yang dilayani adalah orang. Semua orang harus terlibat untuk meningkatkan mutu.
Tujuan pelibatan dan pemberdayaan adalah untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam memberikan customer value. Oleh karena itu semua orang harus memahami customer value, komponen sistem, dan proses penentuan dan cara mengukur customer value. Kesuksesan implementasi pelibatan dan pemberdayaan karyawan memerlukan perubahan budaya cara berpikir dan bekerja para manajer.
Pelatihan, pengakuan, dan penghargaan karyawan merupakan faktor yang mendukung agar pelibatan dan pemberdayaan karyawan terlaksana optimal. Pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan karyawan dalam bekerja. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik artinya pelatihan berhubungan secara khusus dengan pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera artinya bahwa yang telah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga materi yang diberikan harus bersifat praktis. Berdasarkan konsep tersebut maka pelatihan dilaksanakan harus benar-benar merupakan kebutuhan bagi karyawan.
Peranan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi karyawan dalam TQM seperti penilaian kinerja, kompensasi, program pengakuan prestasi, dan sistem promosi merupakan motivasi untuk mencapai sasaran organisasi. Berdasarkan hasil survei diperoleh hasil bahwa pengakuan prestasi kerja merupakan motivator yang paling kuat. Pengakuan dan penghargaan prestasi tidak akan menghasilkan total quality, akan tetapi apabila kedua hal tersebut tidak ada, makan akan mengakibatkan hilangnya keyakinan karyawan terhadap nilai riil kualitas dan kontribusi mereka untuk melibatkan diri dalam memperbaiki kualitas. Organisasi yang menerapkan TQM harus melakukan pendekatan pengakuan dan penghargaan apabila ingin sukses dalam menerapkan sistem tersebut.
3. Organisasi TQM berupaya untuk mengadakan perbaikan secara berkesinambungan. Menurut Tenner dan DeToro langkah yang digunakan untuk meningkatkan perbaikan berkesinambungan, yakni 1) customer focus (fokus pada pelanggan), 2) improvement process (proses perbaikan), dan 3) total involvement (keterlibatan total).
a. Customer focus (fokus pada pelanggan)
Misi utama dari sebuah institusi TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Fokus terhadap pelanggan saja bukan berarti telah memenuhi tuntutan dan persyaratan mutu terpadu. Organisasi TQM memerlukan strategi yang berjalan untuk memenuhi keperluan pelanggan. Lembaga pendidikan menghadapi tantangan yang cukup besar dalam hubungannya dengan para pelanggan. Hakikatnya tujuan organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan para pelanggan.
Berdasarkan pendekatan TQM, kualitas ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. TQM bukan sekedar membuat pelanggan senang dan tersenyum, tetapi juga mendengar dan berdialog tentang kekhawatiran dan aspirasinya.
Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan di mana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang harapannya apakah telah sesuai atau melebihi dari yang diharapkannya terhadap suatu organisasi. Disimpulkan kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja produk memenuhi harapan pemakai. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas.
b. Improvement process (proses perbaikan)
Proses perbaikan dibentuk oleh empat unsur yaitu input, transformasi, output, dan customer (pelanggan). Setiap output memiliki pelanggan baik pelanggan eksternal dan internal. Sebelum proses transformasi terjadi input seperti strategi, struktur, mesin, kebijakan, dan sumber daya manusia (SDM) telah tersedia. Manajer bertanggung jawab untuk mengendalikan dan memperbaiki input sistem sebagai faktor penentu output.
Elemen dasar dari proses perbaikan terdiri dari empat langkah yaitu 1) penetapan standar, 2) pengukuran, 3) studi, dan 4) tindakan. Proses perbaikan dalam TQM diilustrasikan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Pendekatan TQM terhadap Pengendalian dan Perbaikan
Standar dan pengukuran yang digunakan untuk mengendalikan kinerja tersebut tersebar luas dalam organisasi. Standar dan pengukuran tersebut dapat dibentuk pada titik-titik yang berkaitan dengan masing-masing unsur dan dikomunikasikan pada orang yang relevan dalam organisasi. Selanjutnya manajer melakukan koreksi di setiap unsur. Tindakan yang diambil terhadap masing-masing unsur didasarkan pada informasi umpan balik yang diperoleh dari hasil studi.
a. Total involvement (keterlibatan total/menyeluruh)
TQM adalah suatu konsep pelibatan dan pemberdayaan keseluruhan karyawan. Pelibatan dan pemberdayaan berkaitan dengan proses memuaskan pelanggan. Sehingga muncul pernyataan siapa memuaskan siapa, jadi jika semua orang adalah pemasok dan pelanggan, maka karyawan terlibat semua. Dengan demikian pelanggan eksternal akan terlayani, dengan konsekuensi keterlibatan semua (total) harus terwujud.
Usaha keterlibatan karyawan dimulai dengan: 1) keinginan manajer untuk memberi tanggung jawab kepada karyawan, 2) meletih karyawan mengenai cara untuk melakukan delegasi dan menerima tanggung jawab, 3) komunikasi dan umpan balik diberikan oleh manajer kepada karyawan, dan 4) penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi diberikan kepada karyawan sebagai tanda penghargaan terhadap kontribusi mereka kepada organisasi.
4. Model kepemimpinan yang efektif dalam implementasi TQM ke arah terciptanya budaya mutu.
Berdasarkan perspektif TQM kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, dan ROI (return of invesment) yang pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Kepemimpinan pada akhirnya bertujuan membentuk budaya mutu. Disimpulkan bahwa menurut pandangan TQM pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat memindahkan (transformasi) nilai, idealisme, perilaku, mental, dan sikap mutu kepada karyawan.
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempunyai dimensi, kharismatik, stimulus intelektual, konsiderasi individual, sumber inspirasi serta idealisme. Konsep dan praktik kepemimpinan transformasional dikembangkan sebagai jawaban atas keterbatasan konsep kepemimpinan yang telah ada dalam mengelola SDM dan organisasi dalam lingkungan yang mengalami perubahan. Kepemimpinan transformasional menekankan terbentuknya rasa memiliki bagi setiap individu sebagai bagian dari kelompok. Oleh karena itu kepemimpinan transformasional diproposisikan berpengaruh positif terhadap komitmen bawahan pada organisasi.
Dimensi kepemimpinan transformasional di atas akan berdampak positif terhadap komitmen karyawan terutama komitmen afektif, dan ini tentunya akan berpengaruh pula terhadap motivasi kerja dari karyawan. Perilaku kepemimpinan yang memiliki visi dan misi yang jelas dan menarik, menunjukkan kepercayaan diri yang kuat, mampu mengkomunikasikan ide-ide yang cerdas dan dapat dipercaya karyawan. Secara logis kaitan ini menunjukkan bahwa praktik kepemimpinan transformasional dapat menumbuhkan identifikasi karyawan terhadap organisasi yang antara lain tercermin dalam perasaan memiliki, bangga sebagai bagian dari organisasi. Terbentuknya identifikasi tersebut berdampak positif terhadap internalisasi tujuan (goals internalization) yaitu tujuan yang ditetapkan perusahaan secara konkret termanivestasi dalam bentuk motivasi karyawan dalam menjalankan tugasnya.
Dampak kepemimpinan transformasional terhadap komitmen normatif. Komitmen normatif adalah komitmen individu pada organisasi karena adanya dorongan keyakinan seseorang untuk bertanggung jawab secara moral bahwa selayaknya harus loyal dan setia pada organisasi dalam meningkatkan kualitas. Kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas dan menarik serta menunjukkan kepercayaan diri yang kuat dan dapat dipercaya karyawan, mampu memperkuat kaitan normatif karyawan dengan organisasi yaitu tumbuhnya perasaan loyal dan upaya meningkatkan kualitas secara kontinu. Disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional yang visioner dapat memperkuat kepercayaan antara karyawan dan manajer. Indikator kepercayaan inilah merupakan pemicu dari sikap loyal karyawan kepada organisasi untuk meningkatkan kualitas.
5. Implementasi TQM dimulai dari komitmen pimpinan kemudian disusul dengan pengembangan struktur organisasi, misi, dan kesepakatan kepuasan pelanggan internal dan pengukuran.
Persyaratan untuk melaksanakan TQM meliputi komitmen dari pimpinan sebagai manajemen puncak untuk mendukung perbaikan berkesinambungan. Hal ini terutama yang harus ada agar TQM dapat menjadi cara organisasi menjalankan proses (produksi/layanan) adalah komitmen utuh dari pimpinan. Komitmen yang dibutuhkan tidak hanya mencakup sumber daya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang dicurahkan. Pimpinan meluangkan waktunya untuk usaha implementasi TQM. Implementasi tersebut tidak dapat didelegasikan kepada pihak lain. Perlunya keterlibatan langsung dari pimpinan bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa TQM merupakan suatu pengalaman belajar (learning experience). Oleh karena itu melalui keterlibatan secara langsung dalam implementasi TQM, pimpinan dapat mengambil keputusan rasional yang berkaitan dengan perubahan yang dilakukan.
Organisasi setelah memiliki komitmen dari pimpinan, langkah selanjutnya untuk mendukung implementasi TQM adalah mengembangkan struktur organisasi. Perbaikan kualitas tidak terjadi begitu saja, tetapi direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis dan tahap demi tahap (step by step). Agar organisasi dapat melaksanakan perbaikan berkesinambungan, organisasi tersebut harus terstruktur dengan tepat. Pengembangan struktur organisasi bertujuan untuk perbaikan kualitas. Langkah dalam pengembangan struktur organisasi adalah:
a. Membentuk dewan kualitas
Dewan kualitas bertanggung jawab atas perbaikan berkesinambungan. Tanggung jawab dewan ini adalah untuk mengadakan, mengkoordinasi, dan melembagakan perbaikan kualitas. Dewan kualitas melibatkan pula pengambil keputusan dari level eksekutif (penyelenggara) organisasi.
b. Menyusun pernyataan tanggung jawab dewan kualitas
Pernyataan tanggung jawab yang telah disetujui oleh pimpinan organisasi perlu disusun dan disosialisasikan agar setiap anggota dewan dan karyawan lain memahami tanggung jawab dewan kualitas. Pernyataan tanggung jawab tersebut meliputi 1) rumusan kebijakan yang berkaitan dengan kualitas, 2) dimensi yang ditetapkan (biaya kualitas), 3) proses pembentukan tim dan pemilihan proyek, 4) sumber daya yang dibutuhkan, 5) implementasi proyek, 6) ukuran kualitas untuk memantau kemajuan dan melakukan usaha pemantauan, dan 7) program penghargaan dan pengakuan yang digunakan.
c. Membangun infrastruktur yang diperlukan
Dewan kualitas merupakan basis usaha kualitas organisasi. Akan tetapi infrastruktur kualitas juga diperlukan untuk mendukung usaha perbaikan yang dilakukan.
Misi merupakan tugas organisasi untuk mewujudkan visinya. Misi berfungsi memberi gambaran pedoman dan arah dalam setiap keputusan yang mencakup dukungan dan kekuatan di dalam dan di luar organisasi. Perumusan visi dan misi organisasi berfungsi sebagai acuan dan mempermudah penetapan kebijakan, karena visi dan misi merupakan gambaran atau cita-cita ke depan organisasi. Visi dan misi sebagai arah pijakan melaksanakan kebijakan organisasi. Perumusan visi dan misi dengan melibatkan stakeholders diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki dan peran sertanya dalam menapai tujuan sekolah.
Misi diterjemahkan ke dalam langkah-langkah penting yang dibutuhkan dan memanfaatkan peluang yang ada dalam organisasi. Misi didukung dengan perencanaan strategis mutu berjangka panjang yang diformulasikan dengan tepat, maka tujuan organisasi diungkap dalam rumusan misi. Hal ini diilustrasikan seperti pada Gambar 3.
Rangkaian aktivitas yang khusus dalam mengupayakan perencanaan strategis yang berawal dari filosofi menuju yang bersifat praktis. Meskipun demikian menggunakan pendekatan yang sistematis dalam merencanakan masa depan organisasi merupakan hal yang penting. Perencanaan strategis berdasarkan konsep yang memperkuat fokus pada pelanggan. Strategi harus didasarkan pada pelanggan dan harapan mereka yang bervariasi, selanjutnya adalah dengan mengembangkan kebijakan dan rencana yang dapat mengantarkan organisasi pada pencapaian visi dan misinya.
Gambar 3 Rangkaian Perencanaan
Berdasarkan Gambar 3 Rangkaian Perencanaan, jelas bahwa pengukuran yang merupakan bagian dari evaluasi juga merupakan faktor yang membangun dalam implementasi TQM. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah kinerja karyawan (organisasi) sesuai dengan standar (implikasi dari visi dan misi) organisasi. Kualitas juga diukur melalui penelitian pelanggan mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk/jasa layanan. Penelitian tersebut menggunakan berbagai metode, seperti sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survey.
Dimensi pengukuran kualitas mencakup 1) kinerja, 2) keistimewaan, 3) kehandalan, 4) kesesuaian, 5) daya tahan, 6) kemampuan memperbaiki, 7) estetika, dan 8) perhatian terhadap kualitas. Kepuasan pelanggan internal terhadap suatu proses juga perlu dipantau terus. Hal ini dapat dilaksanakan oleh tim proyek yang ditugaskan menjalankan proses yang bersangkutan. Setiap informasi ini diadakan umpan balik kepada pimpinan organisasi secara reguler.
Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai dan menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang harapannya apakah telah sesuai atau melebihi dari yang diharapkannya terhadap suatu organisasi. Disimpulkan kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja produk memenuhi harapan pemakai. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas.
6. Penerapan konsep kaizen, continous improvement, dan siklus PDCA
a. Konsep kaizen
TQM diwujudkan dalam rangkaian proyek-proyek berskala kecil. Kaizen merupakan konsep pendekatan perbaikan terus menerus, perbaikan sedikit demi sedikit (step by step improvement). Filosofi TQM memang berskala besar, inspirasional, dan menyeluruh, namun implementasi praktisnya justru berskala kecil, sangat praktis, dan berkembang. Intervensi drastis tidak sesuai dengan semangat perubahan yang ada dalam TQM.
Esensi kaizen adalah proyek kecil yang berupaya untuk membangun kesuksesan dan kepercayaan diri, dan mengembangkan dasar peningkatannya selanjutnya. Metode yang efektif untuk mengerjakan proyek besar adalah dengan memisahkannya ke dalam pekerjaan kecil yang terkendali. Hal ini menekankan untuk melakukan perbaikan mutu adalah bahwa implementasi tidak harus menjadi proses yang rumit dan mahal.
Bidang pendidikan konsep kaizen dapat diaplikasikan pada lingkup sekolah dalam pelaksanaan suatu kegiatan/proyek. Sekolah suatu waktu mendapat proyek pengembangan mutu sekolah melalui program hibah/block grant. Proyek pengembangan sekolah dilakukan dengan membagi tugas kerja dalam beberapa tim/bagian, seperti tim pengajaran, tim pelatihan guru/staf, tim sistem informasi, dan tim sarana. Keseluruhan hasil kerja tiap tim merupakan akumulasi kerja dari proyek pengembangan sekolah. Tiap tim berkoordinasi untuk mensinergikan indikator kerja. Sehingga pelaksanaan pengembangan sekolah akan terasa mudah dan dilakukan secara kontinu.
b. Continous improvement (perbaikan berkesinambungan)
Persaingan dan selalu berubahnya permintaan pelanggan merupakan alasan perlunya dilakukan perbaikan berkesinambungan. Untuk mencapai perbaikan berkesinambungan, pimpinan tidak cukup hanya menerima ide perbaikan, tetapi juga secara aktif mendorong setiap orang untuk mengidentifikasi dan menggunakan kesempatan perbaikan (never accept the status quo). Dalam perbaikan berkesinambungan diasumsikan bahwa sesuatu rusak apabila menyimpang dari target yang diinginkan oleh pelanggan.
Sudah barang tentu perbaikan berkesinambungan menjadi lebih sulit karena semakin banyak perbaikan yang dilakukan. Aktivitas yang terdapat dalam perbaikan berkesinambungan, mencakup:
1) Komunikasi, merupakan aspek yang penting dalam perbaikan berkesinambungan. Tanpa adanya komunikasi perbaikan berkesinambungan tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Komunikasi berguna untuk memberikan informasi sebelum, selama, dan sesudah usaha perbaikan,
2) Memperbaiki masalah yang nyata/jelas, permasalahan yang terjadi sering kali tidak jelas, sehingga diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengatasinya. Oleh karena itu pendekatan ilmiah (siklus PDCA) penting dalam konsep TQM,
3) Memandang ke hulu, mencari penyebab suatu masalah, bukan gejalanya (symptom). Alat yang dapat digunakan untuk memisahkan antara penyebab dan gejala adalah diagram sebab-akibat (diagram tulang ikan),
4) Mendokumentasi kemajuan dan masalah, dokumentasi masalah dan kemajuan dilakukan agar apabila di kemudian hari organisasi menjumpai masalah yang sama, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cepat,
5) Memantau perubahan, pemantauan secara obyektif terhadap kinerja suatu proses setelah diadakan perubahan perlu dilakukan, karena solusi yang diajukan untuk suatu masalah belum tentu menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas.
Bidang pendidikan konsep continous improvement dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan pengajaran. Pengajaran yang dilaksanakan guru tentunya terdiri dari berbagai bab materi yang tiap babnya guru melakukan evaluasi kepada siswanya. Hasil ujian pada bab pertama dijadikan acuan untuk perbaikan ujian selanjutnya sehingga pada akhir pengajaran diharapkan siswa dapat melampaui standar minimal. Logikanya jika ujian dilakukan dengan sedikit demi sedikit dan terus menerus untuk memenuhi standar, maka pada ujian nasional siswa juga akan lulus sesuai dengan standar. Sehingga pengajaran yang dilaksanakan mengikuti siklus yang terus meningkat tahap demi tahap.
c. Siklus PDCA
Salah satu komitmen yang harus diutamakan sekolah dalam menerapkan TQM pada kegiatan pengajaran adalah kebutuhan pelanggan sekolah itu sendiri. Untuk mengimplementasikan TQM pada kegiatan pengajaran siswa, pihak sekolah dapat menerapkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) yang dalam dunia industri dipergunakan oleh perusahaan untuk menyelesaikan masalah. Siklus ini pada proses penyelesaian masalah dengan menggunakan siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Delapan langkah dalam penyelesaian masalah berdasarkan siklus PDCA diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Siklus PDCA
Perencanaan (Plan)
Tahap perencanaan dimulai dari:
Langkah 1 : Menentukan problem utama, apabila banyak problema yang dihadapi, mencari yang paling penting,
Langkah 2 : Menentukan faktor penyebab,
Langkah 3 : Menetapkan urutan penyebab,
Langkah 4 : Merumuskan rencana penanggulangan dan sasaran.
Apabila tahap perencanaan dari siklus PDCA ini kembangkan pada tahap perencanaan di kegiatan pengajaran siswa, maka langkah pertama yang harus dilakukan sekolah adalah menetapkan permasalahan di seputar kegiatan pembelajaran secara sistematis. Dalam menentukan urutan masalah, kepala sekolah harus mengikutsertakan guru dan staf untuk membicarakannya.
Sebaiknya kepala sekolah membentuk kelompok kerja atau tim khusus perbaikan untuk berpartisipasi dalam pembuatan rencana perbaikan. Dalam mengidentifikasi permasalahan seputar kegiatan pengajaran hendaknya sekolah dapat membatasi permasalahan yang ada, kemudian mencari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mungkin saja ada dari fokus masalah melalui analisis SWOT (strenghts, weaknessess, opportunities, and threat).
Setelah dilakukan identifikasi fokus masalah melalui analisis SWOT, tim akan mudah menentukan penyebab dari masalah yang ada. Langkah selanjutnya adalah tim perbaikan harus menetapkan urutan penyebab masalah yang ada dalam kegiatan pengajaran secara sistematis berdasarkan permasalahan terpenting terlebih dahulu, hingga ke permasalahan ringan. Tahap dari akhir perencanaan ini adalah tim perbaikan/pihak sekolah wajib mengadakan perumusan langkah perbaikan atau usaha pemecahan masalah yang akan dilakukan, beserta maksud dan tujuan dari langkah penanggulangan itu.
Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan ini merupakan tahap implementasi rencana-rencana penanggulangan dari masalah yang ada. Pada tahap ini, perencanaan yang telah ada dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pada tahap pelaksanaan ini, tim perbaikan sebaiknya harus tetap memantau proses implementasi maupun hasilnya. Apabila pada saat proses pelaksanaan rencana, tiba-tiba terjadi peristiwa dengan keadaan yang tidak terprediksi sebelumnya, maka pihak sekolah harus mampu mengadakan penyesuaian sesuai dengan kondisi tersebut.
Evaluasi (Check)
Pada tahap evaluasi ini, tim perbaikan mutu kegiatan pengajaran harus mengadakan pemantauan terhadap semua bagian kegiatan dari proses pelaksanaan rencana yang telah dilaksanakan. Evaluasi dijalankan untuk mengetahui apakah sasaran yang telah ditetapkan berhasil sesuai rencana atau terdapat penyimpangan. Pada tahap ini, membuat alat atau cara untuk memantau (memonitor) pelaksanaan proses dan hasilnya, konfirmasikan bahwa cara atau alat itu absah untuk digunakan, apakah evaluasi itu mendatangkan efek yang diinginkan, apakah ada konsekuensi yang tak diharapkan.
Tindak Lanjut (Act)
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari siklus PDCA. Tim perbaikan mutu kegiatan pengajaran sekolah harus menetapkan usulan standar lanjutan berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kemudian tim perbaikan mutu menetapkan langkah perbaikan berikutnya untuk permasalahan yang belum terselesaikan. Langkah tindak lanjut tersebut mencakup 1) menilai hasil yang dicapai demikian pula proses pemecahan masalah dan perubahan proses yang direkomendasikan, 2) meneruskan perbaikan proses bila diperlukan dan membakukan bila memungkinkan, dan 3) merayakan keberhasilan yang dicapai.
7. Tahapan budaya mutu:
Budaya mutu mengarah pada perilaku, kebiasaan, dan tradisi yang merupakan perekat dalam mempersatukan suatu organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya berperilaku sesuai dengan norma. Budaya mutu juga mengandung nilai, keyakinan, harapan, pemahaman, dan perilaku yang timbul dan berkembang sepanjang waktu.
Kaitannya dengan perubahan budaya, terdapat mekanisme perubahan dari budaya tradisional ke arah budaya mutu, yang diilustrasikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Mekanisme Perubahan Budaya
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam melakukan perubahan budaya, yakni 1) pemahaman sejarah terciptanya budaya yang sudah ada, 2) tidak memusuhi sistem yang sudah lama, tetapi memperbaikinya, 3) menyiapkan untuk mendengar dan mengamati, dan 4) melibatkan setiap orang yang dipengaruhi oleh perubahan.
Berkaitan dengan budaya mutu, tahapan organisasi untuk membentuk budaya mutu, terdapat konsep kontrol mutu dan jaminan mutu. Konsep tersebut merupakan unsur pendukung setiap karyawan dalam melakukan peningkatan kinerja (mutu organisasi). Kontrol mutu secara historis merupakan konsep mutu yang paling tua (klasik). Kontrol mutu melibatkan deteksi komponen/produk gagal yang tidak sesuai dengan standar. Hal ini merupakan sebuah proses pascaproduksi yang melacak dan menolak item yang rusak.
Kontrol mutu dilakukan oleh karyawan yang dikenal sebagai pemeriksa adalah pemeriksa mutu. Inspeksi dan pemeriksaan adalah metode umum dari kontrol mutu dan sudah digunakan secara luas dalam pendidikan untuk memeriksa standar telah dipenuhi atau belum.
Jaminan mutu berbeda dengan kontrol mutu, baik sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung. Penekanan ini bertujuan untuk mencegah terjadi kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu adalah cara memproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tujuannya adalah menciptakan produk tanpa cacat (zero defects). Jaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik sejak awal (right first time every time).
TQM merupakan perluasan dan pengembangan dari jaminan mutu. TQM adalah tentang usaha menciptakan sebuah budaya mutu yang mendorong semua anggota organisasi untuk memuaskan pelanggan. Konsep TQM disesuaikan dengan cara mendesain produk dan jasa yang memenuhi kepuasan pelanggan. Persepsi dan harapan pelanggan tersebut diakui sebagai sesuatu yang bersifat jangka pendek dan dapat berubah-ubah.