Saat berkunjung di suatu sekolah, tepatnya tgl 5 September 2012 lalu, sy sempat berbincang-bincang dengan jajaran pimpinan sekolah, terkait dengan pendidikan karakter. Dulu dengan sekarang siswa itu beda mas, ujar beliau. Memang jika saya mengingat-ingat pasti beda: beda jaman beda perilaku. Beliau bercerita tentang masa sekolah di SR (sekolah rakyat). Pernah dijiwit sama guru, dipukul dengan penggaris, dijewer. Dan itu tak ada orangtua siswa yang protes. Apakah beliau dendam sama gurunya? Tidak. Sekali lagit tidak dendam. Beliau justru terkesan "bahagia" saat menceritakan hal tersebut. Jika beliau berjumpa dengan guru: Pak dalem KL, engkang rumiyen njenengan jewer, taksik imut kaleh dalem?
Suatu saat guru beliau datang: tas, sepeda disambut oleh para siswanya. Itulah secuil gambaran dari cerita yang saya peroleh. Pendidikan masa lalu.
Saya dapat menarik kesimpulan dari cerita Bapak tadi: orangtua dulu benar-2 percaya kepada guru, cara mendidik putranya. Saking percayanya kpd guru, jika siswa mengeluh pada orangtua terkait dengan pembelajaran di sekolah, maka orangtua selalu memberikan pengertian: perilaku siswa yang harus diubah. Tidak langsung menyalahkan guru. Ini adalah bagain pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga yang penting dalam membentuk karakter anak. Siswa pun selalu tawaduk kepada guru.
Sekarang jaman terbuka. jika anak mengeluh kepada orangtua, cenderung yang selalu disalahkan ialah guru. Misalnya dengan berujar kepada siswa: Wah gurune ndak bisa ngajar itu?
Anak akan tertanam dalam otaknya: Tak percaya kepada guru!! Apa akibatnya? Siswa tak akan meneladani sikap guru yang baik. Belum lagi jika ada guru yang "jiwit" siswa, langsung kena UU penganiayaan. Tak boleh menekan psikis.
Apakah perlu pendidikan kembali ke model seperti jaman 60'an untuk membentuk karakter?
Hanya waktu yang menjawab!!