1.
Pengertian Supervisi
Supervisi berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua kata
yaitu super yang berarti lebih; dan vision yang berarti melihat atau
meninjau. Secara terminologi supervisi diartikan sebagai serangkaian usaha
bantuan pada guru. Sehingga supervisi secara etimologis mempunyai konsekuensi
disamakannya pengertian supervisi dengan pengawasan dalam pengertian lama,
berupa inspeksi sebagai kegiatan kontrol yang otoriter. Supervisi diartikan
sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membawa guru (orang yang
dipimpin) agar menjadi guru atau personil yang semakin cakap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan khususnya agar
dapat meningkatkan keefektifan proses pembelajaran di sekolah.
Supervisi sering disamaartikan dengan
istilah-istilah seperti inspeksi, pengawasan, maupun pemeriksaan. Padahal
masing-masing istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, sehingga dalam
konteks penggunaannya agar tidak ada penyimpangan perlu dipahami maknanya.
Inspeksi mengandung arti sebagai suatu usaha mengetahui kekurangan-kekurangan
atau kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan. Sedangkan
pengawasan mengandung arti melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai
dengan ketentuan. Adapun pemeriksaan dapat melihat bagaimana kegiatan yang
dilaksanakan telah mencapai tujuan. Dalam hal ini supervisi memiliki makna dan
pengertian yang lebih luas dari pada itu.
Supervisi terutama sebagai bantuan
yang berwujud layanan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik
sekolah, dan pengawas serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan
hasil belajar. Jika yang dimaksudkan supervisi adalah layanan profesional untuk
meningkatkan proses dan hasil belajar, maka banyak pakar yang memberikan
batasan supervisi sebagai bantuan kepada staf untuk mengembangkan situasi
pengajaran yang lebih baik. Adams dan Dickey (1999) mendefinisikan supervisi
adalah program berencana untuk memperbaiki pengajaran. Program itu pada
hakikatnya adalah perbaikan kegiatan belajar-mengajar.
Sedangkan Dictionary of Education memberi pengertian bahwa supervisi adalah
usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas
lainnya dalam memperbaiki pengajaran (Sahertian, 2000). Sementara itu Nemey melihat
supervisi itu sebagai suatu prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian
secara kritis terhadap proses pengajaran (Pidarta, 1992). Hal senada
dikemukakan oleh Wiles (1997) yang menjelaskan bahwa supervisi adalah bantuan
yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar-mengajar di sekolah dan lebih
bergantung kepada keterampilan supervisor sebagai pemimpin.
Lebih lanjut Wiles (1997) memberikan
batasan supervisi yaitu: supervision is
service activity that exits to help teacher do their job better.
Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan supervisi adalah: (1) serangkaian
bantuan yang berwujud layanan profesional; (2) layanan profesional tersebut
diberikan oleh orang yang lebih ahli (kepala sekolah, penilik sekolah,
pengawas, dan ahli lainnya) kepada guru; dan (3) maksud layanan profesional
tersebut adalah agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
sehingga tujuan pendidikan yang direncanakan dapat dicapai.
Batasan supervisi yang demikian ini
sekaligus mereduksikan supervisi model lama. Supervisi model lama lebih
mencerminkan pengertian supervisi dari segi etimologis. Dimana super diartikan sebagai atas, sedangkan vision diartikan melihat. Dengan
demikian supervisi berarti melihat dari atas. Oleh karena itu secara etimologis
supervisi diartikan melihat dari atas. Maka praktik-praktik supervisi lebih
banyak mengarah ke inspeksi, kepenilikan, dan kepengawasan. Apa yang disebut
sebagai supervisi, pada kenyataannya adalah inspeksi (Nawawi, 1988). Gwynn
(1991) mengemukakan supervision
oroginated inspection of school and continued with that its major emphasis to
about 1920.
Supervisi dengan model lama (inspeksi)
dapat menyebabkan guru merasa takut, tidak bebas dalam melaksanakan tugas, dan
merasa terancam keamanannya bila bertemu dengan supervisor, tidak memberikan
dorongan bagi kemajuan guru. Oleh karena itu, semua kegiatan pembaharuan
pendidikan, termasuk pembaharuan kurikulumnya, yang dilakukan dengan pengerahan
waktu, biaya, dan tenaga bisa menjadi sia-sia. Hal dipertegas oleh Sahertian (2000)
yang berpendapat bahwa seorang supervisor yang baik harus memiliki lima keterampilan
dasar, yaitu: (1) keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan; (2) keterampilan
dalam proses kelompok; (3) keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan; (4) keterampilan
dalam mengatur personalia sekolah; dan (5) keterampilan evaluasi. Semua
definisi di atas bersifat umum.
Perkembangan konsep supervisi
pendidikan selanjutnya menuju kepada sasaran khusus. Oliva (1984) menitikberatkan
pada supervisi pengajaran, mengemukakan beberapa pandangan bahwa supervisi
pengajaran ialah segala sesuatu yang dilakukan oleh personalia sekolah untuk
memelihara atau mengubah apa yang dilakukan sekolah dengan cara langsung mempengaruhi
proses belajar-mengajar dalam usaha meningkatkan proses belajar siswa. Wiles (1997)
berpendapat bahwa supervisi pengajaran dianggap sebagai sistem tingkah laku
formal yang dipersiapkan oleh lembaga untuk mencapai interaksi dengan sistem
perilaku mengajar dengan cara memelihara mengubah dan memperbaiki rencana serta
aktualisasi kesempatan belajar siswa.
Supervisi pengajaran berfokus pada
perilaku supervisor dalam membantu guru-guru dan akan berdampak pada hasil
belajar siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa
supervisi tidak lain adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara
individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Lazarus
(1992) menyatakan bahwa supervisi merupakan rangsangan, bimbingan atau bantuan
yang diberikan kepada guru-guru agar kemampuan profesional mereka makin berkembang
sehingga situasi belajar-mengajar makin efektif dan efisien. Sahertian (2000)
menegaskan bahwa supervisi tidak lain dari usaha memberi layanan kepada guru-guru
baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki
pengajaran.
Sedangkan Mulyasa (2003) menjelaskan
bahwa pada hakikatnya supervisi mengandung beberapa kegiatan pokok yaitu
pembinaan yang kontinu, pengembangan kemampuan profesional personil, perbaikan
situasi belajar, dengan sasaran akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan
pribadi peserta didik. Burhanuddin (1995) menyatakan bahwa supervisi pada hakikatnya
merupakan segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan
aspek pengajaran. Sementara itu Wiles (1997) menegaskan bahwa:
Instructional supervisory
behavior is assumed to be an additional behavior system formally provided by
the organization for the purpose of interacting with the teaching behavior system
in such a way as to maintain, change, and improve the design and actualization
of learning opportunities for students.
Supervisi pengajaran dianggap sebagai
sistem tingkah laku formal, yang dipersiapkan oleh lembaga untuk mencapai
interaksi dengan sistem perilaku mengajar dengan cara memelihara, mengubah dan
memperbaiki rencana serta aktualisasi kesempatan belajar siswa. Pendapat dari
beberapa ahli tersebut memberikan pengertian bahwa supervisi merupakan bantuan
dalam rangka perbaikan dan pengembangan situasi belajar-mengajar agar proses
belajar berlangsung efektif dan efisien. Supervisi pengajaran lebih menekankan
dalam usaha memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki pengajaran.
Carter mengemukakan bahwa supervisi
adalah segala usaha dari petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas
lainnya dalam memperbaiki pembelajaran yang mencakup menstimulir, menyeleksi
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru, merevisi tujuan pendidikan lembaga
pendidikan, bahan, metode, dan evaluasi pembelajaran (Soetopo dan Soemanto,
1984). Program supervisi bertumpu pada satu prinsip yang mengakui bahwa setiap
manusia mempunyai potensi untuk berkembang.
Supervisi merupakan suatu teknik
pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Supervisi
lahir dari fungsi actuating
(menggerakkan) yang di dalamnya terdapat unsur membina, membantu, membimbing,
dan memotivasi. Sedangkan pengawasan lahir dari fungsi controlling yang di dalamnya terdapat unsur evaluasi hasil kerja
bawahan oleh atasan. Sehingga supervisi dengan pengawasan sangatlah berbeda.
Kepala sekolah sebagai pimpinan
sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan para guru. Dengan kata lain kepala
sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif. Sementara ini
pelaksanaan supervisi di sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek
yang menjadi perhatian kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu
umum dan kurang mengarah ke aspek yang dibutuhkan guru. Sementara guru sendiri
pun kadang kurang memahami manfaat supervisi. Hal ini disebabkan tidak
dilibatkannya guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi. Padahal proses
pelaksanaan supervisi yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan memungkinkan
guru mengetahui manfaat supervisi bagi dirinya. Supervisi merupakan pendekatan
yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang
tepat untuk mengatasi kekurangtepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru
pada umumnya.
Kepala sekolah diharapkan memahami dan
mampu melaksanakan supervisi karena keterlibatan guru sangat besar mulai dari
tahap perencanaan sampai dengan analisis keberhasilannya. Salah satu usaha
untuk meningkatkan kualitas guru ialah melalui proses pembelajaran dan guru
merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan
secara terus menerus agar dapat melaksanakan fungsinya secara profesional
(Sahertian, 2000). Pelaksanaan supervisi yang diasumsikan merupakan pelayanan
pembinaan guru diharapkan dapat memajukan dan mengembangkan pengajaran agar
guru dapat mengajar dengan baik dan berdampak pada belajar siswa. Supervisi
berfungsi membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran dengan mengkoordinasi
teori dengan praktik.
Pandangan guru terhadap supervisi
cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan
terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal
ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari
kesalahan guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Guru pada
dasarnya tidak membenci supervisi, tetapi tidak suka terhadap gaya supervisor
(Gunawan, 2011). Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan
kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan
pengalaman yang lebih. Self evaluation merupakan salah satu kunci
pelayanan supervisi karena dengan self
evaluation supervisor dan guru dapat
mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki
kekurangan dan meningkatkan kelebihan tersebut secara kontinu.
2.
Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan
Seperti telah dijelaskan bahwa
supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan kepada guru, maka tujuan
supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi
belajar-mengajar yang dilakukan guru di kelas. Dengan demikian jelas bahwa
tujuan supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan
kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan
kualitas belajar siswa. Bukan hanya memperbaiki kemampuan mengajar guru tetapi
juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Hal ini sesuai dengan pendapat
Oliva (1984) yang mengemukakan bahwa sasaran supervisi pendidikan ialah: (1)
mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan di sekolah; (2) meningkatkan
proses belajar-mengajar di sekolah; dan (3) mengembangkan seluruh staf di
sekolah.
Lazarus (1992) menjelaskan bahwa tujuan
supervisi yaitu mengembangkan situasi belajar menjadi lebih efektif. Secara
rinci dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi ialah membantu guru-guru agar:
(1) dapat melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan; (2) dapat membimbing
siswa dalam proses belajar-mengajar; (3) dapat mengefektifkan penggunaan
sumber-sumber belajar; dan (4) dapat mengevaluasi kemajuan belajar murid-murid,
teman-temannya dan masyarakat; dapat mencintai tugas dengan penuh tanggung
jawab. Hal senada dikemukakan oleh Usman (2009) yang menyatakan bahwa tujuan
supervisi adalah untuk memberikan pelayanan profesional bagi guru-guru agar
mampu mengembangkan sikap profesionalnya.
Jadi fungsi supervisi adalah
memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar-mengajar. Sementara itu
Swearingen mengemukakan bahwa fungsi supervisi yakni: (1) mengkoordinasi semua
usaha sekolah; (2) melengkapi kepemimpinan kepala sekolah; (3) memperluas
pengalaman guru-guru; (4) menstimulasi usaha-usaha kreatif; (5) memberi
fasilitas dan penilaian yang terus menerus; (6) menganalisis situasi belajar-mengajar;
(7) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf; dan (8)
memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan
pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru (Sahertian, 2000).
Supervisi berfungsi untuk pengawasan
kualitas, pengembangan profesional, dan untuk memotivasi guru dalam bekerja.
Supervisi pendidikan yang berfungsi untuk pengawasan kualitas dilakukan oleh
kepala sekolah melalui monitoring proses belajar-mengajar, melakukan kunjungan
kelas, melakukan percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya maupun dengan
sebagian siswa. Pengembangan profesional guru adalah melalui supervisi dapat
membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pengajaran, kehidupan
kelas, mengembangkan keterampilan dasar mengajar, dan memperluas pengetahuan
guru serta menggunakan persiapan mengajar. Memotivasi guru melalui supervisi
bisa mendorong untuk menerapkan kemampuan dalam melaksanakan tugas mengajarnya,
mendorong guru untuk mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong agar guru
memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas.
Fungsi utama supervisi adalah
perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan pembelajaran
sehingga terus dilakukan perbaikan pembelajaran (Sahertian, 2000). Supervisi
bertujuan mengembangkan situasi kegiatan pembelajaran yang lebih baik ditujukan
pada pencapaian tujuan pendidikan sekolah, membimbing pengalaman mengajar guru,
menggunakan alat pembelajaran yang modern, dan membantu guru dalam menilai
kemajuan peserta didik. Hal ini dipertegas oleh Purwanto (2003) yang mengemukakan
bahwa fungsi supervisi menyangkut dalam bidang kepemimpinan, hubungan
kemanusiaan, pembinaan proses kelompok, administrasi personil, dan bidang
evaluasi.
3.
Peranan Supervisi Pendidikan
Supervisi berfungsi membantu (assisting), memberikan support (supporting), dan mengajak mengikutsertakan
(sharing). Peranan supervisi tampak
dengan jelas dalam kinerja supervisor yang melaksanakan tugasnya. Seorang
supervisor berperan sebagai: (1) koordinator; (2) konsultan; (3) pemimpin kelompok;
dan (4) evaluator (Oliva, 1984).
Sebagai koordinator supervisor dapat
mengkoordinasikan program belajar-mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai
kegiatan yang berbeda-beda di antara guru-guru. Sebagai konsultan supervisor
dapat memberi bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik
secara individual maupun kelompok. Sebagai pemimpin kelompok supervisor
memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok, pada saat
mengembangkan kurikulum, materi pelajaraan, dan kebutuhan profesional guru-guru
secara bersama-sama. Sebagai evaluator supervisor dapat membantu guru-guru
dalam menilai hasil dan proses belajar-mengajar, dapat menilai kurikulum yang
sedang dikembangkan.
Hal yang harus diubah ialah pola lama
supervisor yaitu mencari-cari kesalahan
dan kebiasaan memberi pengarahan. Supervisi dalam iklim demokrasi harus ada
reformasi unjuk kerja para pembina pendidikan seperti yang diungkapkan Wiles
(1997) yang menegaskan peranan seorang supervisor ialah membantu, memberi dukungan,
dan mengikutsertakan guru, bukan mengarahkan terus menerus. Kalau terus menerus
mengarahkan, selain tidak demokratis, juga tidak memberi kesempatan untuk
guru-guru belajar sendiri (otonom) dalam arti profesional. Guru tidak diberi
kesempatan untuk berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Pada ciri guru
yang profesional ialah guru-guru memiliki otonomi dalam arti bebas
mengembangkan diri sendiri atas kesadaran diri sendiri.
4.
Sasaran Supervisi Pendidikan
Sudah dijelaskan di muka bahwa obyek
pengkajian supervisi ialah situasi belajar-mengajar dalam arti yang luas.
Sedangkan Oliva (1984) menggunakan istilah domain. Lebih lanjut Oliva (1984)
mengemukakan sasaran supervisi pendidikan meliputi tiga domain, yaitu: (1)
memperbaiki pengajaran; (2) pengembangan kurikulum; (3) pengembangan staf.
Sedangkan menurut Sahertian (2000) obyek supervisi mencakup: (1) pembinaan
kurikulum; (2) perbaikan proses belajar-mengajar; (3) pengembangan staf; dan (4)
pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru-guru.
a.
Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum
Pengalaman menunjukkan bahwa telah
beberapa kali pembaharuan kurikulum sejak tahun 1975 sampai sekarang. Ada
kurikulum yang disusun berorientasi pada materi pelajaran. Sesuatu hal yang
diutamakan ialah sejumlah bahan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Ada
kurikulum yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Biasanya
yang berorientasi pada tujuan selalu mengacu pada taksonomi Bloom yang
mencakup: domain kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ada juga kurikulum yang
berorientasi pada kebutuhan siswa.
Selain pendekatan kurikulum yang
berorientasi pada berbagai aspek kepribadian peserta didik, guru-guru harus
mampu membaca pokok-pokok bahasan, konsep, dan tema-tema yang dirumuskan dalam
kurikulum itu. Kemudian tugas guru ialah merancang berbagai pengalaman belajar
dan kegiatan belajar. Menurut pendapat Sahertian (2000) guru adalah perancang
berbagai model pembelajaran. Guru yang profesional harus memiliki kemampuan
untuk merancang berbagai model pembelajaran.
b.
Peningkatan
Proses Pembelajaran
Sasaran kedua adalah memperbaiki
proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada saat mengajar. Untuk mencapai tujuan guru
merancang sejumlah pengalaman belajar. Belajar ditandai dengan perubahan
tingkah laku, karena memperoleh pengalaman baru. Melalui pengalaman belajar,
peserta didik memperoleh pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, dan kecakapan.
Agar memperoleh pengalaman belajar, maka mereka harus melakukan sejumlah
kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dimaksud yaitu aktivitas jiwa yang
diperoleh dalam proses belajar seperti mengamati, mendengarkan, dan menanggapi.
Selain tujuan, kegiatan dan pengalaman
belajar juga ditingkatkan keterampilan mengajar seperti keterampilan
menjelaskan, keterampilan memberi motivasi, keterampilan memberi penguatan, dan
keterampilan dalam mengelola kelas. Bagaimana cara menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan adalah salah satu usaha perbaikan proses belajar-mengajar.
Selain itu perlu dikembangkan kemampuan dan menilai hasil belajar dan proses
belajar. Supervisor dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan berbagai
model rancangan pembelajaran.
c.
Pengembangan
Sumber Daya Guru
Seperti yang dikemukakan di atas
perlunya supervisi, bahwa guru-guru itu perlu bertumbuh dalam jabatannya, maka
setiap guru harus berusaha untuk mengembangkan dirinya. Ada beda antara
pengembangan staf dan inservice education.
Pengembangan staf dapat dipandang usaha yang datang dari guru itu sendiri untuk
meningkatkan kualitas profesi mengajarnya. Sedangkan inservice education
seperti lembaga pendidikan guru berusaha mendorong guru-guru agar mau belajar
lagi.