Pelaksanaannya supervisi pengajaran berkembang
melalui pendekatan-pendekatan yang memiliki pijakan ilmu tertentu. Perkembangan
pendekatan supervisi pengajaran seiring dengan perkembangan ilmu manajemen. Pendekatan
yang dimaksud yaitu ilmiah, artistik, dan klinis (Sergiovanni, 1991).
Pendekatan Ilmiah Supervisi
Pengajaran
Supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah,
indikator keberhasilan mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel
proses belajar-mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih
ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan ilmiah supervisi pengajaran dipengaruhi oleh aliran scientific management, yang menekankan
organisasi memiliki satu struktur hierarki dan bekerja dengan cara-cara yang
logis, sistematis, dan rasional. Menurut Sahertian (2000:36) supervisi pengajaran
yang bersifat ilmiah bercirikan hal-hal: (1) dilaksanakan secara berencana dan
berkesinambungan; (2) sistematis serta menggunakan prosedur dan teknik
tertentu; (3) menggunakan instrumen pengumpulan data; dan (4) ada data objektif
yang diperoleh dari keadaan yang riil. Supervisor dengan menggunakan skala
penilaian atau checklist, untuk
menilai proses belajar-mengajar guru di kelas. Hasil penelitian diberikan
kepada guru sebagai balikan terhadap penampilan mengajar guru pada semester
sebelumnya. Pengajaran dipandang sebagai ilmu, oleh karena itu perbaikan
pengajaran dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah, yakni rasional dan
empirik. Pendekatan ilmiah supervisi pengajaran dalam pelaksanaannya mengacu
pada paradigma kuantitatif.
Hal ini dipertegas oleh Burhanuddin, dkk.,
(2007:15-16) yang mengemukakan guna meningkatkan kualitas pengajaran
melaksanakan tiga hal, yakni: (1) mengimplementasikan hasil temuan para
peneliti; (2) bersama dengan peneliti mengadakan riset bidang pengajaran
(seperti penelitian tindakan kelas); dan (3) menerapkan metode ilmiah dan
memiliki sikap ilmiah dalam menentukan keefektifan pengajaran. Indikator
keberhasilan mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran,
variabel-variabel proses belajar mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan
ilmiah lebih ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara
keseluruhan.
Kelebihan dari supervisi pengajaran dengan
menggunakan pendekatan ilmiah adalah pembinaan guru didasarkan pada aspek-aspek
yang mudah digali, mudah dianalisis, dan disimpulkan. Sedangkan kelemahannya,
adalah: (1) sering terjadi kesalahan kesimpulan. Kejadian-kejadian tertentu
disimpulkan sebagai kesuksesan pengajaran. Pembinaan terhadap guru lebih
diarahkan pada perilaku guru yang secara umum dapat meningkatkan mutu
pengajaran, misalnya memberi penguatan terhadap siswa dan memberi contoh yang
konkret; (2) kesalahan komposisi. Kualitas pengajaran lebih dilihat dari
penjumlahan skor variabel-variabel, indikator-indikator yang ada, dicari rata-rata
hitungnya. Kalau beberapa skor indikator sangat tinggi, sementara skor
indikator yang lain sangat rendah, dihitung rata-rata hitungnya maka hasilnya
bias; (3) kesalahan pengkonkretan. Pendekatan ilmiah mengacu pada
tampilan-tampilan yang tampak. Supervisor membantu guru didasarkan pada
perilaku yang tampak pada diri guru. Padahal sistem pengajaran merupakan
perpaduan komponen fisik dan psikis; dan (4) kesalahan urus. Seringkali urusan
pengajaran hanya dibatasi pada peristiwa yang ada di dalam kelas, sedangkan
peristiwa di luar kelas tidak mendapat perhatian.
Pendekatan Artistik Supervisi
Pengajaran
Supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan
artistik muncul sebagai respons atas ketidakpuasan terhadap supervisi
pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang dipengaruhi oleh aliran scientific management. Eisner merupakan
ahli pendidikan yang dapat dikatakan sebagai pelopor terhadap munculnya
pendekatan klinis. Eisner menyatakan kegagalan supervisi pendekatan ilmiah
bersumber dari kelemahan pendekatan ilmiah secara internal (Segiovanni, 1982).
Hal ini karena pendekatan ilmiah sangat menggeneralisasikan tampilan-tampilan
pembelajaran yang nampak sebagai keseluruhan peristiwa pembelajaran. Bahkan
dalam perkembangan lebih lanjut, tampilan-tampilan pembelajaran tersebut,
diisolasi komponen-komponennya, dan jika ingin melihat berhasil tidaknya, cukup
dengan menanyakan komponen-komponen pembelajaran tersebut. Antara komponen
pembelajaran satu dengan yang lain, terkesan terisolasi dan tidak berhubungan.
Supervisi pengajaran dengan pendekatan artistik menurut
Eisner, dalam melihat berhasil tidaknya pengajaran, usaha meningkatkan mutu
guru banyak menekankan pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan supervisor
(Sergiovanni, 1991). Supervisor diharapkan dapat mengapresiasi kejadian
pengajaran yang bersifat lembut (subtleties).
Pendekatan ini menempatkan supervisor sebagai instrumen observasi dalam mencari
data untuk keperluan supervisi. Pendekatan artistik dalam supervisi pengajaran,
berupaya menerobos kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan ilmiah
dalam menangkap pembelajaran. Pendekatan artistik berupaya melihat pembelajaran
dengan menjangkau latar psikologi dan sosiologis pelakunya. Hal ini karena
secara psikologis, manusia satu berbeda dengan yang lain, sehingga menuntut
perlakuan yang berbeda pula sesuai dengan keragamannya. Instrumen-instrumen
baku yang dikembangkan pada pendekatan ilmiah, tidak mungkin dapat
menggambarkan keseluruhan dari situasi pembelajaran secara holistik dan
komprehensif.
Keberhasilan pembelajaran menurut sudut pandang
pendekatan artistik, tidak dapat diukur dengan membandingkan pembelajaran satu
dengan pembelajaran yang lain, hal ini karena pelakunya berbeda. Sehingga
pembelajaran tidak dapat diukur dengan menggunakan peristiwa pembelajaran yang
berada dalam konteks yang lainnya lagi. Oleh karena itu, pendekatan artistik
menyarankan agar supervisor dan guru bersama-sama mengamati, merasakan, dan
mengapresiasi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Supervisor harus mengikuti
guru pada saat mengajar, dengan cermat, teliti, dan utuh. Eisner menyatakan
supervisor bagaikan melihat tampilan-tampilan karya seni, yang tidak dapat
dilihat sebagian demi sebagian, tetapi harus dilihat secara menyeluruh dengan
pengamatan cermat, turut merasakan, dan mencoba menangkap maknanya
(Burhanuddin, dkk., 2007:24). Sehingga supervisor harus berupaya mengapresiasi
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Lebih lanjut Eisner mengemukakan rasional
pendekatan artistik yang merupakan wujud ketidakpuasan atas pendekatan ilmiah
(Burhanuddin, dkk., 2007:24-27). Rasional pendekatan artistik berangkat dari
kelemahan-kelemahan pelaksanaan pendekatan ilmiah. Kelemahan-kelemahan pada
pendekatan ilmiah yang berorientasi pada scientific
management dan dalam pelaksanaannya mengacu pada paradigma kuantitatif,
didobrak oleh pendekatan artistik yang berorientasi pada human relation dengan menekankan pada sosio-psikologis dan dalam
pelaksanaannya mengacu pada paradigma kualitatif.
Pendekatan Klinis Supervisi Pengajaran
Supervisi klinis merupakan suatu bentuk bimbingan
profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus
yang sistematik dalam perencanaannya, observasi yang cermat atas pelaksanaan,
dan pengkajian balikan dengan segera dan objektif tentang penampilan
mengajarnya yang nyata, untuk meningkatkan keterampilan mengajar dan sikap
profesional guru itu. Pemberian bimbingan berbentuk bantuan sesuai kebutuhan
guru yang bersangkutan, dan dilakukan dengan berbagai upaya (observasi secara
sistematis, analisis data balikan) sehingga guru menemukan sendiri cara-cara
meningkatkan dirinya melalui analisis bersama. Di dalam kata “klinis” tersirat
cara kerja di bidang medis, dimana pihak yang memerlukan pertolongan itu datang
atas prakarsa sendiri karena menyadari akan sesuatu kekurangan (gangguan
kesehatan), dianalisis berdasarkan keluhan-keluhan pasien, dan pada akhirnya
diberikan terapi
Tahap preobservation
conference (pertemuan sebelum observasi) dilakukan pembicaraan antara
supervisor dan guru yang akan melatihkan kemampuannya, kemudian dilanjutkan
kegiatan supervisor mengobservasi guru yang sedang mengajar (observation of teaching). Pada langkah
ini supervisor mengumpulkan sejumlah data perilaku guru yang sedang mengajar.
Selanjutnya supervisor menganalisis awal data yang ada dan menentukan strategi
untuk membantu guru (analysis and
strategy). Supervisor mempertimbangkan kontrak yang telah disepakati dengan
guru, evaluasi selama guru mengajar, kualitas hubungan interpersonal antara
guru dan supervisor, kompetensi, dan pengetahuan guru. Langkah selanjutnya postobservation conference (pertemuan
setelah observasi). Pada langkah ini dibicarakan hasil observasi supervisor
terhadap guru yang sedang mengajar. Guru memecahkan masalahnya dengan bantuan
supervisor. Langkah yang terakhir pelaksanaan supervisi klinis yaitu analisis
kegiatan setelah pertemuan guru dan supervisor (postconference analysis). Akhir dari langkah ini disepakatinya
tindakan lanjutan yang perlu dilaksanakan pada waktu yang berikutnya. Dengan
demikian maka hasil dari supervisi klinis yang telah dilakukan dapat digunakan
sebagai bahan pelaksanaan supervisi klinis pada tahap berikutnya.
Perpaduan Pendekatan Supervisi
Pengajaran
Berdasarkan dari ketiga pendekatan supervisi
pengajaran, yakni ilmiah, artistik, dan klinis, manakah yang sesuai / paling
baik diterapkan untuk supervisi pengajaran? Ketiga pendekatan memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Sehingga untuk menjawab pertanyaan
tersebut, harus disesuaikan dengan tujuan supervisi, masalah yang dihadapi guru,
dan tentunya karakter guru tersebut. Semua pendekatan supervisi tersebut
sama-sama berfungsi memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran dengan pandangan
dan caranya masing-masing. Jika memerhatikan esensi dari ketiga pendekatan,
supervisor dapat memadukan ketiga pendekatan supervisi tersebut,
sehingga dapat meningkatkan keefektifan supervisi pembelajaran. Keefektifan
supervisi akan dapat mempengaruhi pula upaya perbaikan pembelajaran dan
prestasi siswa.
Perpaduan dari
ketiga pendekatan supervisi dapat meningkatkan keefektifan supervisi.
Keefektifan supervisi dapat dilihat dari keefektifan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru. Supervisor dengan memadukan ketiga pendekatan
supervisor, dalam melaksanakan supervisi dapat menempatkan tahap-tahap
supervisi klinis sebagai induknya. Tahap-tahap supervisi klinis, yaitu: (1)
diawali kegiatan pertemuan pendahuluan (pre-conference);
(2) dilanjutkan observasi kelas (class-observation);
dan (3) diakhiri pertemuan balikan (post-conference).
Pada tahap kegiatan pendahuluan, supervisor dan
guru bertemu dengan suasana kesejawatan, membahas tentang masalah-masalah yang
dihadapi guru. Supervisor me-review
rencana pembelajaran dan keterampilan pembelajaran yang akan dikembangkan guru.
Supervisor bersama guru memilih dan mengembangkan instrumen observasi yang akan
digunakan (bagian ini merupakan pendekatan ilmiah). Pada saat supervisor dan
guru berdiskusi membahas hal-hal tersebut, supervisor menggunakan bahasa-bahasa
yang penuh makna, bahasa-bahasa yang puitis, namun tidak bermakna ganda dan
tidak berlebihan juga (bagian ini merupakan pendekatan artistik).
Pada tahap observasi kelas, supervisor menggunakan
insrumen yang dikembangkan dan disepakati bersama (supervisor dan guru) pada
tahap pertemuan pendahuluan. Instrumen yang digunakan supervisor ini merupakan
cerminan pendekatan ilmiah. Namun kedudukan dan fungsi instrumen sebatas
sebagai pelengkap, karena instrumen sesungguhnya adalah supervisor itu sendiri
atau key instrument (bagian dari
pendekatan artistik). Supervisor pada tahap observasi kelas, mengamati
keseluruhan tampilan dalam pembelajaran, mencari makna-makan yang tidak nampak
dalam pembelajaran (bagian dari pendekatan artistik). Supervisor memperhatikan
latar perbedaan aspek sosial, budaya, dan psikis guru dan siswa (bagian dari
pendekatan artistik). Pada saat mengamati proses pembelajaran yang sedang
berlangsung, supervisor mencatat kejadian penting (bagian dari pendekatan
ilmiah), memberikan interpretasi dari tampilan pembelajaran (bagian dari
pendekatan artistik), dan membuat catatan-catatan ringan yang dirasa perlu guna
mendukung conference setelah tahap
observasi kelas.
Pada tahap pertemuan balikan, supervisor
menyampaikan hasil pengamatannya kepada guru, tentang data capaian hasil
kontrak pada tahap pertemuan pendahuluan. Tentunya data tersebut berasal dari
instrumen yang ditelah disepakati (bagian dari pendekatan ilmiah). Pada
pertemuan balikan, supervisor tidak memfonis guru, tidak menyampaikan
kesalahan-kesalahan guru, tetapi lebih menekankan pada mengapresiasi setiap
kontribusi unik guru terhadap perkembangan siswa dan menaruh perhatian terhadap
karakter ekspresif tentang peristiwa pengajaran (bagian dari pendekatan
artistik). Supervisor dan guru secara bergantian mengemukakan terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan guru, dengan menggunakan bahasa-bahasa
yang halus, lembut, dan menjangkau dengan rasa (bagian dari pendekatan
artistik).
Supervisor dengan memadukan ketiga pendekatan
supervisi diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja guru, meningkatkan
kepuasan kerja guru, dan meningkatkan profesionalisme guru. Dengan demikian
pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah serta tujuan pendidikan dapat
optimal. Pertumbuhan dan perkembangan serta prestasi belajar siswa juga dapat
diterus ditingkatkan, seiring dengan tuntutan perkembangan dan kedinamisan
masyarakat, dan tentunya juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.