Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lain, seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan, tak akan dapat berjalan. Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal.
Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan, rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi. Artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Tujuan
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan 4 (empat) tujuan perencanaan. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efisien. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efisien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefisiensi dalam perusahaan. Tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevaluasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan. Selain keempat hal tersebut, sebagian besar studi menunjukkan adanya hubungan antara perencanaan dengan kinerja perusahaan.
Elemen perencanaan
Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan).
Sasaran
Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan. Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi subtujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar).
Pendekatan kedua disebut dengan management by objective atau MBO. Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Namun ada beberapa kelemahan dalam pendekatan MBO. Pertama, negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan banyak waktu, sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang sangat dinamis. Kedua, adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi sasarannya tanpa memedulikan rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim berkurang. Ada juga yang menyatakan MBO hanyalah sekedar formalitas belaka, pada akhirnya yang menentukan sasaran hanyalah manajemen puncak sendiri.
Rencana
Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaannya. Berdasarkan cakupannya, rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi, sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi.
Berdasarkan jangka waktunya, rencana dapat dibagi menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang umumnya didefinisikan sebagai rencana dengan jangka waktu tiga tahun, rencana jangka pendek adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu tahun. Sementara rencana yang berada di antara keduanya dikatakan memiliki intermediate time frame.
Menurut kekhususannya, rencana dibagi menjadi rencana direksional dan rencana spesifik. Rencana direksional adalah rencana yang hanya memberikan guidelines secara umum, tidak mendetail. Misalnya seorang manajer menyuruh karyawannya untuk "meningkatkan profit 15%." Manajer tidak memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai 15% itu. Rencana seperti ini sangat fleksibel, namun tingkat ambiguitasnya tinggi. Sedangkan rencana spesifik adalah rencana yang secara detail menentukan cara-cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Selain menyuruh karyawan untuk "meningkatkan profit 15%," ia juga memberikan perintah mendetail, misalnya dengan memperluas pasar, mengurangi biaya, dan lain-lain.
Terakhir, rencana dibagi berdasarkan frekuensi penggunaannya, yaitu single use atau standing. Single-use plans adalah rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja. Contohnya adalah "membangun 6 buah pabrik di China atau "mencapai penjualan 1.000.000 unit pada tahun 2006." Sedangkan standing plans adalah rencana yang berjalan selama perusahaan tersebut berdiri, yang termasuk di dalamnya adalah prosedur, peraturan, dan kebijakan.
Teori Perencanaan
1. Pendahuluan
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut Friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya Friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan masyarakat banyak. Di sisi lain Campbell dan Fainstain (1999:1) menyatakan bahwa dalam pembangunan Kota atau daerah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau demokratis. Dalam konteks tersebut maka pada prakteknya perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan suasana politik kota atau daerah sebab keputusan-keputusan publik mempengaruhi kepentingan-kepentingan lokal. Hal ini menjadi relevan apabila kekuasaan mempengaruhi perencanaan.
Ketika perencanaan telah dipengaruhi oleh sistem politik suatu kota atau daerah sebagaimana pernyataan di atas, maka sebenarnya yang terjadi adalah wilayah rasional yang menjadi dasar dalam perencanaan telah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan akan menjadi tidak efektif dan efesien, bersifat mendua antara idealisme “kepakaran seorang perencana” atau mengikuti selera atau kemauan-kemauan, sehingga berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan) dan objektif (sasaran) yang dituju.
Disamping itu karena perencanaan merupakan pekerjaan yang menyangkut wilayah publik maka komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat sangat dibutuhkan sehingga hasil perencanaan dapat dibuktikan dan dirasakan manfaatnya.
2. Pengertian Perencanaan, Mengapa dan Bagaimana Merencanakan
2.1. Pengertian
Menurut Branch (1983) perencanaan (merencanakan) merupakan proses mengarahkan kegiatan manusia dan sumber daya alam dengan berorientasi ke masa depan. Kapasitas sumber daya alam bersifat terbatas, sedangkan populasi semakin meningkat maka pemanfaatan hendaknya bersifat tepat guna dan tepat sasaran. Pengertian perencanaan, selanjutnya dikemukakan oleh Alexander (1986) adalah suatu kegiatan masyarakat dan organisasi untuk mengembangkan strategi yang optimal terkait tindakan masa depan untuk mencapai seperangkat tujuan yang diinginkan guna mengatasi permasalahan yang nyata dalam konteks yang kompleks dan didukung oleh kewenangan dan keinginan untuk mengalokasikan sumber daya serta bertindak sesuai yang diperlukan untuk melaksanakan strategi-strategi yang sudah ditetapkan.
Dari beberapa pengertian di atas, maka tiga ciri utama perencanaan ( dalam merencanakan) adalah:
(1) harus menyangkut hari depan,
(2) harus menyangkut tindakan atau aksi,
(3) satu badan tertentu harus bertanggung jawab untuk melakukan tindakan di kemudian hari.
Masih banyak pengertian kaitannya dengan perencanaan, hal ini disebabkan karena perencanaan amat dinamis dan berkembang sejalan dengan fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat.
2.2. Mengapa dan Bagaimana Perencanaan
Alasan diperlukan perencanaan karena dalam situasi yang amat kompleks (rumit) dan saling mempengaruhi. Contoh: jenis dan intensitas tata guna lahan akan mempengaruhi jumlah (jenis) lalu lintas yang terjadi, kemudian mempengaruhi jenis dan kapasitas jalan yang diperlukan, selanjutnya mempengaruhi kesehatan masyarakat (karena polusi udara) dan seterusnya. Dengan melihat realitas sosial yang ada sekarang, maka dimensi perencanaan telah bergeser dari penekanan hanya pada masalah ekonomi menjadi ke masalah sosial dan budaya masyarakat. Dengan tingginya intensitas kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi semakin dirasa bahwa pembangunan yang ada akan mengancam kelanjutan pembangun itu sendiri. Hal ini mengilhami suatu pemikiran tentang pentingnya kelestarian lingkungan dan menyertakan pemahaman pada aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan.
Menurut Agussalim, bagaimana perencanaan dilakukan secara ringkas, yakni:
(1) Menentukan tujuan dan sasaran yang menyertakan seluruh warga,
(2) Mengetahui fakta-fakta tentang kondisi yang ada serta memperkirakan apa yang terjadi,
(3) Mengkaji pilihan-pilihan tindakan yang dapat dilakukan dengan mengingat potensi dan hambatan yang ada,
(4) Menentukan pilihan-pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbangan normatif maupun teknis,
(5) Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil,
(6) Melakukan sosialisasi, penegakan, pemberian insentif, dan membantu pelaksanaan secara sistematik dan teratur.
3. Pergeseran Rasionalitas Menuju Adaptif dalam Perencanaan
Menurut Mappajandji (2005), akibat dinamika science dalam memandang semesta, maka telah terjadi pergeseran paradigma dalam menentukan model perencanaan. Selanjutnya konsep perencanaan membutuhkan redefinisi elemen-elemen dalam proses perencanaan. Elemen-elemen tersebut dalam mempertahankan pengaruh lingkungan memiliki cara dan seni tersendiri yang berbeda antara elemen satu dengan elemen yang lain. Cara atau seni beradaptasi dengan lingkungan tersebut akan bertahan apabila ada nilai-nilai yang diyakini oleh elemen-elemen tersebut.
Perencanaan menurut paradigma baru, di samping menggunakan kaca mata pendekatan ilmiah (rasionalitas), dituntut juga mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang dalam komunitas masyarakat agar dalam menyusun alternatif kebijakan tepat sasaran dan dapat dilaksanakan. Teori-teori utama dalam perencanaan digolongkan, antara lain:
(1) Synoptic rationalisme,
(2) Incrementalism,
(3) Transactive planning,
(4) Advocacy planning,
(5) Radical planning,
(6) Utopianism, dan
(7) Metodisme.
Pada kajian ini hanya menjelaskan secara rinci tentang perkembangan teori synoptic rasionalisme, model perencanaan yang termasuk dalam synoptic rasionalisem disertai dengan contoh-contohnya. Disamping itu sebagai komparasi akan disajikan teori incremental, kelebihan dan kekurangannya beserta contoh-contoh model perencanaan incremental yang banyak dipakai dalam birokrasi pemerintah.
3.1. Model Perencanaan Rational Comprehensive (RCP)
Hal yang mendasari perencanaan tersebut pada dasarnya menekankan pada kemampuan akal pikiran dalam memecahkan problem-problem yang berkembang dan terjadi dalam masyarakat. Problema yang ada dipecahkan melalui pendekatan ilmiah dalam analisisnya sehingga permasalahan-permasalahan dapat dicarikan solusinya secara cermat serta tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Model perencanaan berdasarkan ”Rasionalitas” memiliki tahapan yakni:
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data Analisis Perencanaan,
2. Perumusan Tujuan & Sasaran,
3. Perencanaan,
4. Pengembangan Alternatif Rencana,
5. Evaluasi & Seleksi Alternatif Rencana,
6. Penyusunan Dokumen Rencana,
7. Penyusunan Program dan Rencana,
8. Monitoring & Tindakan/Kegiatan,
9. Evaluasi,
10. Feed Beck.
Kelebihan perencanaan model ini bersifat ”keahlian”. Karena itu, seorang perencana dituntut memahami perencanaan baik dari sisi teknis maupun filosofis. Pada umumnya, perencanaan model ini dilakukan bersifat perorangan, namun tidak menutup kemungkinan bersifat kolektif atau kelompok dengan asumsi kepentingan individu menyesuaikan kepentingan kelompok. Karakter dasar perencanaan bersifat komprehensif (menyeluruh), yakni mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga semua masalah ingin coba diselesaikan.
Kelemahan dalam perencanaan model ini biasanya kurang dapat memperhitungkan sumber daya yang tersedia, karena berasumsi bahwa sumber daya dapat dicari dan diusahakan. Pembuat keputusan dipegang para ahli/perencana, sedangkan masyarakat hanya diberikan sedikit peran, biasanya hanya dalam bentuk publik hearing yang sifatnya serimonial. Dalam hal ini, perencana menganggap paling tahu atas segala permasalahan. Di samping itu, perencanaan bersifat reduksionisme, determenistik dan obyektif sehingga bersifat sektoral.
Contoh model perencanaan rasional komprehensip adalah dalam Penyusunan Dokumen Tata Ruang Wilayah. Penyusunan dokumen tata ruang ini ditujukan untuk menata ruang sesuai dengan fungsi, manfaat dan potensi yang dimiliki akibat mobilisasi dan perkembangan penduduk yang semakin meningkat sementara kondisi ruang terbatas serta keinginan kuat untuk membangun secara berkelanjutan. Dalam dokumen perencanaan tata ruang kota maupun wilayah akan menyajikan ruang sebagai satuan wilayah pengembangan (SWP) yang terinci mulai dari satuan wilayah pengembangan pertanian, satuan wilayah pengembangan perdagangan, satuan wilayah pengembangan perkantoran, satuan wilayah pengembangan industri dan seterusnya. Proses penyusunan dokumen tata ruang sendiri memerlukan kajian yang mendalam oleh para ahli tata ruang serta melalui sosialisasi yang melibatkan seluruh ”stakeholder” berulang-ulang dari mulai bentuk konsep/draft sampai bentuk final. Sehingga keabsahan dari dokumen tersebut sangat teruji. Namun dalam implementasinya sering dokumen tata ruang tersebut dilanggar dan diabaikan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Faktor penyebab utamanya adalah karena biasanya dokumen tata ruang yang telah disusun kurang dipublikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahuinya, di sisi lain biasanya dokumen perencanaan tata ruang tersebut hanya dimiliki oleh pengusaha-pengusaha yang merupakan kroni dari penguasa. Hal lainnya adalah komitmen penguasa dalam mematuhi dokumen tata ruang tersebut lemah apabila menyangkut dengan kepentingan-kepentingan pragmatis, misalkan kemauan investor untuk menanamkan usaha di wilayah pengembangan yang seharusnya tidak dibolehkan untuk mendirikan industri. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang disahkan pada tanggal 27 April 2007, yang mengatur secara jelas bagaimana kewenangan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menata daerahnya diharapkan masalah pelanggaran tata ruang tidak terjadi.
3.2. Model Perencanaan Strategis (Strategic planning)
Perencanaan strategis umumnya dipakai dalam organisasi yang bersifat publik. Model perencanaan strategis sebagaimana ”RCP” dengan menggunakan langkah-langkah sistematis. Menurut John M. Bryson (1999) langkah-langkah yang dimaksud adalah:
(1) Identifikasi mandat organisasi,
(2) Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi,
(3) Penilaian terhadap lingkungan eksternal,
(4) Penilaian lingkungan internal,
(5) Identifikasi isu-isu strategis yang dihadapi,
(6) Merumuskan strategi untuk mengelola isu,
(7) Penetapan visi organisasi yang efektif dan efisien.
Karakter dasar perencanaan strategis adalah pembuat keputusan adalah masyarakat, pihak-pihak terkait dibantu para ahli yang bertindak sebagai fasilitator. Bersifat komprehensif karena semua aspek dikaji tetapi hanya berkaitan dengan isu strategis, hasil kajiannya bersifat menyeluruh bukan hanya aspek fisik serta memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Kelemahan perencanaan strategis terletak pada keterbatasan pengetahuan sumber daya manusia organisasi yang tidak merata sehingga tidak semua memahami visi dan misi organisasi. Dalam pencermatan lingkungan internal dan eksternal organisasi harus dilakukan oleh anggota organisasi yang berpengalaman dan mengenal betul karakter organisasi sehingga mampu mengetahui isu-isu organisasi yang strategis.
Contoh model perencanaan strategis adalah dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). RPJM memuat Visi, Misi dan program-program Kepala Daerah berdasarkan janji-janji saat pencalonan Kepala Daerah. Namun dalam perkembangannya Visi, Misi dan program-program Kepala Daerah mengalami perubahan saat masih menjadi calon Kepala Daerah dengan sesudah menjadi Kepala Daerah. Perubahan tersebut disebabkan karena Visi, Misi dan Program sebelum menjadi Kepala Daerah disusun dan direncanakan oleh ”Tim Sukses” calon Kepala Daerah. Sedangkan setelah menjadi Kepala Daerah, visi, misi dan program-program tersebut disusun oleh perencana melalui Bappeda. Hal ini bisa dihindari apabila terjalin komunikasi antara ”Tim Sukses” dengan Kepala Bappeda.
3.3. Model Perencanaan Incremental
Pada akhir tahun 1960 model perencanaan dengan pendekatan sepenuhnya pada rasional mulai dipertanyakan. Hal ini datang dari ”Otoritas Chicago Housing” melalui Meyersen dan Banfield yang berpendapat bahwa perencanaan praktis berbeda dengan teori perencanaan. Selanjutnya Gunton, mengemukakan bahwa model perencanaan yang dilakukan pemerintah pada kenyataannya tidak menggunakan pendekatan ilmiah (rasional) dalam aktivitasnya, namun didominasi oleh proses lobi-lobi politik yang sempit. Kelemahan perencanaan incremental adalah asumsinya bahwa kondisi masyarakat adalah pluralis yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Pengkritik paham incremental memperdebatkan bahwa masyarakat didominasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang melakukan kompetisi tidak adil dan tidak demokratis. Dalam hal ini nantinya kelompok masyarakat pemenang saja yang terwakili dalam perencanaan.
Perkembangan dewasa ini banyak aktivitas perencanaan dengan menggunakan model incrementalis. Contoh dari perencanaan model inceremental adalah dalam penentuan plafon belanja kota/daerah dengan mengestimasi bahwa kenaikan anggaran belanja berkisar 10% pada tahun perhitungan, hal ini mendasarkan pada realisasi anggaran pada tahun sebelumnya dengan menyesuaikan besarnya inflasi dan jumlah penduduk. Pendekatan incremental tersebut tanpa mendasarkan efektivitas belanja setiap kegiatan yang dilaksanakan sehingga kegiatan bersifat monoton dan banyak dijumpai penggunaan anggaran yang tidak relevan. Untuk menghindari pemborosan anggaran, maka model pendekatan incremental seharusnya diganti dengan pendekatan Zero Based Budgeting. Pendekatan ini mendasarkan pada perkiraan kegiatan yang akan dilakukan bukan pada kegiatan yang dilakukan pada tahun sebelumnya, jadi menghitung belanja anggaran dimulai pada tahun ke nol.
4. Kesimpulan
Perencanaan merupakan wilayah publik yang memiliki tiga ciri utama adalah:
(1) harus menyangkut hari depan,
(2) harus menyangkut tindakan atau aksi,
(3) satu badan tertentu harus bertanggung jawab untuk melakukan tindakan di kemudian hari.
Dengan kompleksitas permasalahan, seorang planner (perencana), di samping memiliki ”kepakaran” di bidangnya, juga dituntut memiliki cara pandang yang holistik, sesuai dengan paradigma science baru. Model Perencanaan Rasional Komprehensif, memiliki proporsi rasionalitas paling tinggi sehingga dalam pengambilan keputusan bersifat sistematik dan memiliki tujuan dan sasaran jelas. Model Perencanaan Strategis sedikit berbeda dengan RCP karena dalam menentukan tujuan dan sasaran mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang. Model perencanaan strategis berfokus pada penyelesaian isu-isu pokok organisasi. Model perencanaan incremental lebih kepada pendekatan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman perencana dan memiliki porsi rasionalitas yang lebih kecil dibandingkan pendekatan sebelumnya. Model perencanaan incremental banyak digunakan saat ini karena tidak memerlukan banyak informasi data dan dapat dengan cepat dalam pengambilan keputusan. Namun banyak kelemahan-kelemahan, diantaranya sering tidak tepat sasaran dalam perencanaan.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.