Dewasa ini persaingan antarsekolah,
terutama dalam hal kualitas proses dan hasil pendidikan, sudah sangat ketat dan
terbuka. Salah satu upaya sekolah untuk memenangkan persaingan tersebut adalah
membangun citra sekolah di mata masyarakat (publik). Persepsi warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan
orang tua murid) dan masyarakat tentang citra sekolah merupakan faktor yang
mempengaruhi partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Semakin baik persepsi
warga sekolah dan masyarakat terhadap citra suatu sekolah, maka semakin tinggi
pula partisipasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah tersebut. Untuk
itu, sekolah harus dapat membangun citra yang baik agar dapat menjalin hubungan
baik dengan masyarakat serta diminati oleh masyarakat.
Membangun citra sekolah memang bukan
merupakan hal yang mudah. Untuk itu, sekolah harus mampu mengenali potensi yang
dimiliki serta mengkaitkannya dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat. Keberhasilan
mengkaitkan kedua hal tersebut akan melahirkan program-program unggulan, yang
pada akhirnya akan mampu meningkatkan citra sekolah. Salah satu indikator utama
untuk mengukur keberhasilan membangun citra suatu sekolah adalah berapa jumlah
peserta didik yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah, berapa tinggi peran
serta masyarakat, serta bagaimana prestasi siswa di suatu sekolah. Jumlah
peserta didik yang mendaftar di suatu sekolah dipengaruhi oleh citra sekolah di
mata masyarakat, sedangkan kualitas pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi
oleh seberapa tinggi peran serta masyarakat terhadap suatu sekolah.
B. Makna Pencitraan Publik di Sekolah
Citra adalah gambaran yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) mengenai pribadi, atau organisasi (Kamus
Bahasa Indonesia, 2008). Dengan demikian, citra sekolah adalah gambaran yang
memberikan kesan yang kuat pada seseorang atau sekelompok orang (masyarakat)
tentang suatu sekolah. Dalam hal ini, citra sekolah dapat bersifat positif, dan
dapat bersifat negatif. Namun yang dimaksudkan dalam kajian ini, adalah citra
sekolah yang bersifat positif yakni yang mengambarkan citra sekolah unggul
dengan berbagai perangkatnya. Upaya pencitraan suatu sekolah dimaksudkan untuk
mewujudkan visi dan misi sekolah. Untuk itu, upaya pencitraan suatu sekolah
harus merupakan bagian integral dari program sekolah dan berbasis pada visi dan
misi sekolah.
C. Prinsip-prinsip
Pencitraan Publik Sekolah
Upaya pencitraan sekolah merupakan
upaya kolektif yang melibatkan semua unsur yang ada di sekolah, seperti kepala
sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua murid. Masing-masing
unsur tersebut memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Jika salah satu
unsur sekolah bekerja kurang optimal maka upaya pencitraan sekolah tidak akan
dapat mencapai hasill yang maksimal. Untuk itu upaya pencitraan sekolah harus
dirancang secara cermat dengan melibatkan semua unsur sekolah dan memberdayakan
semua potensi yang ada di suatu sekolah.
Merancang atau membangun citra sekolah harus berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.
Berdasarkan
visi dan misi sekolah, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengacu pada visi
dan misi sekolah dan tidak boleh bertentangan dengan visi dan misi sekolah.
2.
Kebersamaan dan
komitmen artinya upaya pencitraan sekolah melibatkan semua unsur sekolah sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
3.
Memberdayakan
seluruh potensi yang ada, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengoptimalkan
seluruh potensi yang dimiliki sekolah.
4.
Kesungguhan dan
keikhlasan, artinya upaya pencitraan sekolah harus dirancang dan dilaksanakan
secara sungguh-sungguh dan semata-mata untuk peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah.
5.
Keterbukaan dan
kejujuran, artinya upaya pencitraan sekolah harus didasarkan pada kondisi riil
di sekolah, serta dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
6.
Adanya
keinginan untuk berubah, artinya pencitraan sekolah dilakukan seiring dengan
tuntutan perubahan yang ada.
D. Strategi dan
Teknik Pencitraan Publik Sekolah
Banyak upaya/strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan pencitraan
publik. Upaya/strategi pencitraan sekolah tersebut
adalah sebagai berikut.
1.
Peningkatan
kerja kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan.
2.
Keikutsertaan
sekolah dalam kegiatan-kegiatan lomba sekolah dan siswa.
3.
Membangun
jaringan kerja (network) dengan orang
tua murid dan masyarakat.
4.
Peningkatan
layanan akademik dan non-akademik yang prima; dan Kepemilikan peringkat
akreditasi sekolah yang baik.
Ada banyak teknik yang dapat dipergunakan oleh sekolah dalam
melakukan pencitraan publik, yaitu:
1.
Pameran sekolah.
2.
Publikasi kegiatan positif sekolah.
3.
Pertemuan sekolah dengan orang tua dan tokoh masyakat.
4.
Jurnalisme warga sekolah (school citizen journalist).
5.
Konferensi Pers.
6.
Website Sekolah.
7.
Gelar prestasi sekolah.
8.
Testimoni elit tentang prestasi sekolah.
9.
Pelibatan warga sekolah dalam kepemimpinan publik
(masyarakat).
10.
Bakti sosial sekolah.
11.
Membuat berbagai even dan kegiatan yang mampu
memobilisasi masyarakat.
Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu membangun persepsi siswa dan
masyarakat tentang citra sekolah menjadi lebih baik. Persepsi siswa yang baik
tentang citra sekolah akan berdampak meningkatnya motivasi belajar siswa,
sedangkan peningkatan persepsi masyarakat tentang citra sekolah yang baik akan
berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat terhadap pendidikan di
sekolah.
E. Bentuk-bentuk
Pencitraan Publik Sekolah
Ada banyak bentuk pencitraan publik
di sekolah, diantaranya adalah: (1)
pencitraan yang terkait dengan lingkungan fisik sekolah; (2) pencitraan yang terkait dengan pelayanan yang diberikan; (3) pencitraan yang
terkait dengan pembelajaran; (4) pencitraan yang terkait dengan sikap dan
perilaku warga sekolah; (5) pencitraan yang terkait dengan transparansi program
dan anggaran sekolah; (6) pencitraan yang terkait dengan prestasi akademik dan
nonakademik sekolah; dan (7) pencitraan yang terkait dengan keberadaan alumni.
1.
Pencitraan yang terkait dengan lingkungan fisik sekolah
Lingkungan fisik sekolah yang
menarik akan memberikan citra positif di mata publik. Pekarangan dan lingkungan
fisik sekolah hendaknya ditata semenarik mungkin sehingga memberikan citra
positif. Pepohonan dan aneka macam tanaman hendaknya kelihatan terawatt agar
menunjukan kepada publik bahwa
warga sekolah mampu merawat diri dan lingkungannya dengan baik.
Ruang kelas tempat peserta didik
belajar, hendaknya berada dalam keadaan menyenangkan ketika dipandang,
ditempati dan dipergunakan untuk melakukan aneka macam aktivitas. Terdapat
dekorasi, asesori dan aneka pajangan karya siswa yang menunjukkan bahwa
penghuninya adalah orang-orang terpelajar yang dapat dicontoh oleh masyarakat
kebanyakan.
2.
Pencitraan yang terkait dengan pelayanan yang diberikan
Selain cepat dan benar saat
memberikan pelayanan, warga sekolah yang bertugas memberikan pelayanan
pendidikan juga menunjukkan citra diri sebagai orang yang terpelajar. Dalam
memberikan layanan, tenaga pendidik dan kependidikan menunjukkan frendly (ramah dan bersahabat),
memperlakukan orang yang dilayani sebagai pelanggan. Jangan sampai pihak yang
dilayani kecewa terhadap jenis pelayanan apapun yang diberikan, sehingga pihak
yang dilayani menjadi respek.
3.
Pencitraan yang terkait dengan pembelajaran
Pembelajaran yang menyenangkan dan
ramah anak akan memberikan citra positif, karena apapun yang diterima oleh anak
di sekolah senantiasa diceritakan kepada orang tua. Proses pembelajaran yang
benar dan bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dibentuk, akan
menghantarkan peserta didik pada pencapaian prestasi optimal.
Kepedulian guru terhadap kesulitan
siswa saat pembelajaran, menjadi poin yang harus selalu diupayakan, karena
selain sebagai pengajar dan pendidik, guru juga sekaligus sebagai problema solver. Aneka macam, masalah siswa, yang menuntut pemecahan,
hendaknya juga menjadi perhatian guru, karena hal tersebut berkaitan juga
dengan prestasi anak.
4.
Pencitraan yang terkait dengan sikap dan perilaku warga
sekolah
Selama berkomunikasi secara
internal, antar warga sekolah hendaknya dikondisikan agar selalu tampak baik.
Kebiasan baik yang terbentuk di lingkungan internal ini, akan ditransfer ketika
berkomunikasi dengan pihak eksternal. Oleh karena itu, pembentukan kebiasaan
untuk bersikap dan berperilaku baik selama di sekolah, akan terbawa serta
ketika mereka berhadapan dengan pihak luar. Hal ini akan membuat citra positif
pihak luar terhadap sekolah.
5.
Pencitraan yang terkait dengan transparansi program dan
anggaran sekolah
Kepercayaan publik (public trust), dapat ditumbuhkan oleh
sekolah dengan menunjukkan citra jujur. Citra jujur tersebut, hendaknya
ditunjukkan oleh sekolah pada pelaksanaan seluruh program sekolah, dan
lebih-lebih dalam soal pengelolaan anggaran. Oleh karena itu, anggaran
hendaknya dikelola secara jujur dan transparan dengan menggunakan
prinsip-prinsip akutansi keuangan. Pelaporan kepada pihak-pihak berkepentingan
tentang pemasukan dan pengeluaran anggaran, akan mampu menaikkan trust publik kepada sekolah. Pemajangan
pemasukan dan pengeluaran anggaran pada tempat-tempat yang mudah diakses oleh
publik, akan mampu meningkatkan citra sekolah di mata publik.
6.
Pencitraan yang terkait dengan prestasi akademik dan
nonakademik sekolah
Hampir semua sekolah yang prestasi
akademik dan non akademiknya tinggi, selalu menjadi sekolah favorit. Oleh
karena itu, usaha keras untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik
haruslah dilakukan oleh warga sekolah. Ketika prestasi akademik dan non
akademik diraih, seberapapun prestasi tersebut, hendaknya dikomunikasikan
kepada publik, karena terkait dengan citra baik suatu sekolah. Oleh karena itu,
acara gelar prestasi akademik dan non akademik, yang mengundang semua lapisan
masyarakat menjadi penting, agar masyarakat tahu dengan nyata tentang prestasi
sekolah.
7.
Pencitraan yang terkait dengan keberadaan alumni
Keberadaan alumni sekolah, baik yang
berada pada jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi, dapat dikomunikasikan
kepada mayarakat. Terutama alumni yang berada pada sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi yang baik (unggul). Bahkan alumni sekolah yang sudah
bekerjapun, terutama pada pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan yang
strategis, juga perlu diketahui oleh masyarakat.
Oleh karena itu, studi penelurusan
alumni (tracer study) sangatlah
penting dilakukan oleh sekolah guna mengetahui keberadaan alumni. Pada
momen-momen tertentu, para alumni ini dapat diminta untuk berbicara kepada
publik, untuk menyampaikan testimoninya tentang sekolah di mana yang
bersangkutan pernah dididik.
F. Pihak-pihak yang Dapat Dilibatkan dalam Pencitraan Publik
Siapa sajakah yang dapat dilibatkan
dalam pencitraan publik di sekolah? Semua warga sekolah hendaknya dilibatkan
dalam pencitraan publik di sekolah. Selain itu, kepala sekolah perlu melibatkan
pihak luar, baik kelompok-kelompok strategis maupun totoh berpengaruh dalam
pencitraan publik sekolah.
Warga sekolah yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah: kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan (tenaga administrasi sekolah), siswa, dan
komite sekolah.
Pihak luar dari kelompok strategis
yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik sekolah adalah: birokrasi bidang
pendidikan, nongovernmental organizations (NGO) yang peduli
pendidikan, interest group yang
berkepentingan dengan pendidikan, mitra-mitra sekolah yang selama ini telah
menjalin kerja sama dengan sekolah, lembaga pendidikan mitra yang selama
bekerja sama dengan sekolah, dan masih banyak lagi. Sementara itu, pihak luar
dari unsur tokoh perorangan yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik
adalah: elit intelektual/akademikus, rohaniawan, usahawan, dan industriawan
yang selama ini sudah bekerja sama dengan sekolah. Suara mereka dalam membentuk
opini publik (public oponion)
sangatlah penting dalam usaha mengangkat citra positif sekolah.
G. Efek Positif yang Diharapkan dan Efek Negatif yang
Direduksi dengan Pencitraan Publik
Pencitraan publik bukan dimaksudkan
untuk mengemas ketidakbaikan sekolah menjadi terkesan baik, melainkan untuk
mengemas dengan baik apa yang sudah dikerjakan oleh sekolah untuk dikomunikasikan kepada publik. Harapannya, hal-hal
positif yang sudah diperbuat tersebut, diketahui oleh publik dengan keadaan
yang senyatanya. Dengan demikian, efek
postif pencitraan publik sekolah yang dikehendaki menurut Imron (2014) adalah:
1.
Publik mengetahui program, implementasi program, dan apa
saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
2.
Publik mempersepsi positif terhadap program, implementasi
program, dan apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
3.
Publik percaya (trust)
terhadap amanat untuk mendidik anak yang dilakukan oleh sekolah.
4.
Publik merasa memiliki (sens of belongingnes) terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
5.
Publik memberikan respon positif, kritik konstruktif, dan
masukan berharga bagi kemajuan sekolah.
6.
Publik bersedia memberikan dukungan (support) dan bantuan baik material maupun moral untuk kemajuan sekolah.
7.
Publik akan secara terus menerus mengawal sekolah agar
berkinerja sesuai dengan yang diharapkan.
Sementara itu, efek negatif yang
hendaknya direduksi dengan berbagai aktivitas pencitraan publik menurut Imron
(2014) adalah:
1.
Publik tidak mengenal/memahami program sekolah.
2.
Publik menduga-duga apa yang telah dikerjakan oleh sekolah.
3.
Publik cenderung mempersepsi negatif terhadap program sekolah.
4.
Publik curiga terhadap apa yang dikerjakan oleh sekolah.
5.
Publik tidak percaya terhadap sekolah.
6.
Publik acuh tak acuk/masa bodoh terhadap sekolah.
7.
Publik menolak program-program yang dikembangkan oleh sekolah.
H. Perilaku Tim Pengembang Sekolah yang Diharapkan Mampu
Meningkatkan Pencitraan Sekolah
Agar
pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, dan sekaligus meningkatkan citra positif sekolah, sejumlah
perilaku pelayanan haruslah dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan
oleh Tenaga pendidik dan kependidikan dalam memberikan layanan kepada customer-nya.
Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut waktu, relevansi layanan, kecermatan, hepful dan friendly, responsif, proaktif,
profesionalitas, kapabel, dan cakap (Imron, 2007).
Terkait
dengan waktu:
1.
Tim Pengembang Sekolah memahami ketepatan waktu sangat
penting diperhatikan dalam memberikan layanan kepada customer.
2.
Tim Pengembang Sekolah mengetahui target waktu yang
diperlukan untuk memberikan layanan kepada customer.
3.
Tim Pengembang Sekolah selalu mengusahakan memberikan
layanan kepada customer lebih cepat
dari batasan waktu yang ditetapkan.
4.
Tim Pengembang Sekolah jika dirasakan perlu, meluangkan
waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan dalam memberikan layanan kepada customer.
Terkait
dengan relevansi layanan:
1.
Tim Pengembang Sekolah dapat memposisikan diri sesuai
dengan TUPOKSI dalam memberikan layanan kepada customer.
2.
Tim Pengembang Sekolah menyadari keterkaitan TUPOKSI
dengan keseluruhan layanan yang diberikan.
3.
Tim Pengembang Sekolah memahami dan mampu mempraktikkan
TUPOKSI-nya dalam rangka pemberian layanan kepada customer.
4.
Tim Pengembang Sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka merasakan
kepuasan dari layanan yang diterimanya.
Terkait
dengan kecermatan pelayanan:
1.
Tim Pengembang Sekolah memahami langkah-langkah kerja
yang harus dilalui sebelum memberikan layanan.
2.
Tim Pengembang Sekolah menggunakan peralatan bantu untuk
kecepatan dan ketepatan proses dalam memberikan layanan kepada customer.
3.
Tim Pengembang Sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil layanan
yang diberikan kepada customer.
4.
Tim Pengembang Sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang dilakukannya.
5.
Tim Pengembang Sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan
upaya pencegahan terhadap kesalahan/kelemahan/hambatan dari layanan kepada customer.
Terkait
dengan hepful dan friendly:
1.
Tim Pengembang Sekolah menyadari,
bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan oleh keberadaan customer-nya.
2.
Tim Pengembang Sekolah menyadari,
bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya
dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya.
3.
Tim Pengembang Sekolah menyadari,
bahwa customer adalah segalanya, karena
itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu
mereka.
4.
Tim Pengembang Sekolah merasa
bangga dan senang, jika persoalan
yang dimiliki oleh customer sedikit banyak telah terpecahkan melalui
bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan.
5.
Tim Pengembang Sekolah menyadari,
bahwa yang menjadi pelayan adalah
dirinya, karena itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang
harus melayani dirinya.
6.
Ketika memberikan
layanan, Tim Pengembang Sekolah
melakukannya dengan sungguh-sungguh.
7.
Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan senang
hati.
8.
Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah menunjukkan wajah yang ramah,
menyenangkan, smile, tidak sangar.
9.
Dalam memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah memperlakukan pihak yang
dilayani sebagai customer (pelanggan).
10.
Jika Tim
Pengembang Sekolah mempunyai persoalan (pribadi, sosial,
pekerjaan), tidak dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh
terhadap cara memberikan layanan kepada customer-nya.
Terkait dengan Responsiveness dan
pro-aktif:
1.
Tim Pengembang Sekolah
senantiasa berpikir dan berangan-angan, kapan ia harus melayani customer-nya.
Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak memberikan pelayanan kepada customer.
2.
Tim Pengembang Sekolah
menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah tanggungjawab
dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika
memberikan pelayanan tidak menunggu perintah dari atasannya.
3.
Tim Pengembang Sekolah
senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam memberikan layanan
adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk mengutamakan
kepentingan customer dalam setiap
memberikan pelayanan.
4.
Tenaga pendidik dan kependidikan berusaha agar customer
yang dilayani tidak usah
menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya.
5.
Ketika ada customer yang kebingungan saat
berproses mendapatkan pelayanan, Tenaga pendidik dan kependidikan menawarkan
bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat saya bantu?
6.
Tim Pengembang Sekolah
senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi
mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan
kesukaran.
7.
Tim Pengembang Sekolah
berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia
dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan.
8.
Tim Pengembang Sekolah
berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya
berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan.
9.
Ketika customer tidak mengerti cara mengakses
pelayanan, Tim Pengembang Sekolah
berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu
perintah dari atasan langsungnya.em
10.
Ketika ia punya persoalan dan kesulitan dalam setiap
memberikan pelayanan, ia tanya kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak
justru menunggu kapan sejawat dan atasannya bertanya kepada dirinya.
Terkait
dengan Profesionalitas, kapabilitas:
1.
Tim Pengembang Sekolah
menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya,
sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, benar-benar terencana
(by design).
2.
Tim Pengembang Sekolah
memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang dikandung oleh
prosedur dan alur kerja tersebut.
3.
Dalam setiap memberikan pelayanan kepada customer,
Tim Pengembang Sekolah senantiasa
berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya.
4.
Dalam setiap memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah selalu
mencari cara-cara yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari
koridor dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan.
5.
Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah bertindak
tenang dan tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan.
6.
Dalam menyelesaikan pekerjaan, Tim Pengembang Sekolah mengutamakan ketuntatasan
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, dan tidak semata-mata mengacu kepada
waktu dan jam kerja.
7.
Terhadap berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah selalu
mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan
dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dna prosedur tersebut.
8.
Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan, Tim Pengembang Sekolah tidak
menunda-nunda (menggampangkan), karena jika menumpuk, akan memperendah mutu
pelayanan yang dapat ia berikan.
9.
Ketika ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan
pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah
akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak
terbengkelai, dan bisa memuaskan customernya.
10.
Tim Pengembang Sekolah
selalu berusaha melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan (kaizen) yang ia berikan sehingga
kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat.
DAFTAR
PUSTAKA
Barata, A. A. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.
Imron, A. 2007. Perilaku Tenaga Administrasi Sekolah dalam Layanan
Publik di Sekolah. Jurnal Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Direktorat Tendik, Kemendikbud.
Imron, A. 2013. Manajemen
Berbasis Sekolah yang Berorientasi Pelayanan Publik. Modul Pelatihan MBS
Kinerja-USAID. Jakarta: Kerjasama Kinerja USAID & RTI.
Imron, A. 2014. Manajemen
Pertisipasi Masyarakat Tingkat Satuan Pendidikan. Malang: Penerbit FIP UM.
Lembaga Administrasi Negara. 2003.
Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Kementerian Menterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2009. Renstra Kemendikbud Tahun 2009-2014.
Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Menterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Panduan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah.
Jakarta: Kemendikbud.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.