Field berpendapat bahwa untuk menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan (Syafaruddin 2002:81), ada 10 langkah yang harus dilalui:
Mempelajari dan memahami manajemen mutu terpadu secara menyeluruh;
Memahami dan mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus;
Menilai jaminan mutu saat ini dan program pengendalian mutu;
Membangun sistem mutu terpadu (kebijakan mutu, rencana strategis mutu, implementasi rencana, rencana pelatihan, organisasi dan struktur, prosedur bagi tindakan perbaikan, pendefinisian terhadap nilai tambah tindakan);
Mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya mutu sebagai tujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja pada suatu kelompok kerja;
Mempelajari teknik untuk menyerang atau mengatasi akar persoalan (penyebab) dan mengaplikasikan tindakan koreksi dengan menggunakan teknik dan alat manajemen mutu terpadu;
Memilih dan menetapkan pilot project untuk diaplikasikan;
Tetapkan prosedur tindakan perbaikan dan sadari akan keberhasilannya;
Menciptakan komitmen dan strategi yang benar oleh pemimpin yang akan menggunakannya, dan
Memelihara jiwa mutu terpadu dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan yang amat luas.
Salah satu komitmen yang harus diutamakan sekolah dalam menerapkan TQM pada kegiatan belajar-mengajar adalah kebutuhan pelanggan sekolah itu sendiri. Berikut jenis pelanggan pendidikan menurut Sallis (2006:71).
Pendidikan = Jasa (nilai tambah yang diberikan pada
pelajar)
Pelajar = Pelanggan atau klien eksternal utama
Orangtua/Kepala Daerah/Sponsor = Pelanggan eksternal kedua
Pemerintah/masyarakat/bursa kerja = Pelanggan eksternal ketiga
Guru/staf = Pelanggan internal
Untuk mengimplementasikan TQM pada kegiatan belajar-mengajar siswa di SMK, pihak sekolah dapat menerapkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) yang dalam dunia industri dipergunakan oleh perusahaan untuk menyelesaikan masalah. Siklus PDCA diperkenalkan oleh Deming, salah satu tokoh TQM (Slamet, dkk 1996:5). Pada siklus Deming ini, proses penyelesaian masalah dengan menggunakan siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Berikut delapan langkah dalam penyelesaian masalah berdasarkan siklus PDCA Deming.
Gambar 2.3 Siklus PDCA (Slamet dkk, 1996:5)
Perencanaan (Plan)
Menurut Tampubolon (Slamet, dkk 1996:4) tahap perencanaan dimulai dari:
Langkah (1) : Tentukan problem utama. Apabila banyak problema yang dihadapi, carilah yang paling penting;
Langkah (2) : Tentukan faktor penyebab;
Langkah (3) : Tetapkan urutan penyebab;
Langkah (4) : Perumusan rencana penanggulangan dan sasaran.
Apabila tahap perencanaan dari siklus PDCA ini kita kembangkan pada tahap perencanaan di kegiatan belajar-mengajar siswa, maka langkah pertama yang harus dilakukan sekolah adalah menetapkan permasalahan di seputar kegiatan pembelajaran secara sistematis. Dalam menentukan urutan masalah, kepala sekolah harus mengikutsertakan staf dan guru untuk membicarakannya. Sebaiknya kepala sekolah membentuk kelompok kerja atau tim khusus perbaikan untuk berpartisipasi dalam pembuatan rencana perbaikan. Dalam mengidentifikasi permasalahan seputar kegiatan belajar-mengajar hendaknya sekolah dapat membatasi permasalahan yang ada, kemudian mencari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mungkin saja ada dari fokus masalah melalui analisis SWOT/SWOT analysis (Strenghts, Weaknessess, Opportunities, Threat).
Setelah dilakukan identifikasi fokus masalah melalui analisis SWOT, tim akan mudah menentukan penyebab dari masalah yang ada. Langkah selanjutnya adalah tim perbaikan harus menetapkan urutan penyebab masalah yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar secara sistematis berdasarkan permasalahan terpenting terlebih dahulu, hingga ke permasalahan ringan. Tahap dari akhir perencanaan ini adalah tim perbaikan/pihak sekolah wajib mengadakan perumusan langkah perbaikan atau usaha pemecahan masalah yang akan dilakukan, beserta maksud dan tujuan dari langkah penanggulangan itu.
Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan ini merupakan tahap implementasi rencana-rencana penanggulangan dari masalah yang ada. Pada tahap ini, menurut Tampubolon (dalam Slamet, dkk 1996:4), perencanaan yang telah ada dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pada tahap pelaksanaan ini, tim perbaikan sebaiknya harus tetap memantau proses implementasi maupun hasilnya. Apabila pada saat proses pelaksanaan rencana, tiba-tiba terjadi peristiwa dengan keadaan yang tidak terprediksi sebelumnya, maka pihak sekolah harus mampu mengadakan penyesuaian sesuai dengan kondisi tersebut.
Evaluasi (Check)
Pada tahap evaluasi ini, tim perbaikan mutu kegiatan belajar-mengajar harus mengadakan pemantauan terhadap semua bagian kegiatan dari proses pelaksanaan rencana yang telah dilaksanakan. Evaluasi dijalankan untuk mengetahui apakah sasaran yang telah ditetapkan berhasil sesuai rencana atau terdapat penyimpangan Tampubolon (dalam Slamet, dkk 1996:4). Pada tahap ini, buatlah alat atau cara untuk memantau (memonitor) pelaksanaan proses dan hasilnya, konfirmasikan bahwa cara atau alat itu absah untuk digunakan, apakah evaluasi itu mendatangkan efek yang diinginkan, apakah ada konsekuensi yang tak diharapkan (Slamet, dkk 1996:9).
Tindak Lanjut (Act)
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari siklus PDCA. Tim perbaikan mutu kegiatan belajar-mengajar sekolah harus menetapkan usulan standar lanjutan berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kemudian tim perbaikan mutu menetapkan langkah perbaikan berikutnya untuk permasalahan yang belum terselesaikan. Menurut Slamet, dkk (1996:9) langkah tindak lanjut tersebut sebagai berikut:
Nilailah hasil-hasil yang dicapai demikian pula proses pemecahan masalah dan perubahan proses yang direkomendasikan;
Teruskan perbaikan proses bila diperlukan, bakukan bila memungkinkan;
Rayakan keberhasilan yang dicapai.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.