05 Februari 2016

MEMBANGUN PENCITRAAN PUBLIK LEMBAGA PENDIDIKAN

A.     Pentingnya Pencitraan Publik
Dewasa ini persaingan antarsekolah, terutama dalam hal kualitas proses dan hasil pendidikan, sudah sangat ketat dan terbuka. Salah satu upaya sekolah untuk memenangkan persaingan tersebut adalah membangun citra sekolah di mata masyarakat (publik). Persepsi warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua murid) dan masyarakat tentang citra sekolah merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Semakin baik persepsi warga sekolah dan masyarakat terhadap citra suatu sekolah, maka semakin tinggi pula partisipasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah tersebut. Untuk itu, sekolah harus dapat membangun citra yang baik agar dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat serta diminati oleh masyarakat.
Membangun citra sekolah memang bukan merupakan hal yang mudah. Untuk itu, sekolah harus mampu mengenali potensi yang dimiliki serta mengkaitkannya dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat. Keberhasilan mengkaitkan kedua hal tersebut akan melahirkan program-program unggulan, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan citra sekolah. Salah satu indikator utama untuk mengukur keberhasilan membangun citra suatu sekolah adalah berapa jumlah peserta didik yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah, berapa tinggi peran serta masyarakat, serta bagaimana prestasi siswa di suatu sekolah. Jumlah peserta didik yang mendaftar di suatu sekolah dipengaruhi oleh citra sekolah di mata masyarakat, sedangkan kualitas pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh seberapa tinggi peran serta masyarakat terhadap suatu sekolah.

B.     Makna Pencitraan Publik di Sekolah
Citra adalah gambaran yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) mengenai pribadi, atau organisasi (Kamus Bahasa Indonesia, 2008). Dengan demikian, citra sekolah adalah gambaran yang memberikan kesan yang kuat pada seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) tentang suatu sekolah. Dalam hal ini, citra sekolah dapat bersifat positif, dan dapat bersifat negatif. Namun yang dimaksudkan dalam kajian ini, adalah citra sekolah yang bersifat positif yakni yang mengambarkan citra sekolah unggul dengan berbagai perangkatnya. Upaya pencitraan suatu sekolah dimaksudkan untuk mewujudkan visi dan misi sekolah. Untuk itu, upaya pencitraan suatu sekolah harus merupakan bagian integral dari program sekolah dan berbasis pada visi dan misi sekolah.

C.     Prinsip-prinsip Pencitraan Publik Sekolah
Upaya pencitraan sekolah merupakan upaya kolektif yang melibatkan semua unsur yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua murid. Masing-masing unsur tersebut memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Jika salah satu unsur sekolah bekerja kurang optimal maka upaya pencitraan sekolah tidak akan dapat mencapai hasill yang maksimal. Untuk itu upaya pencitraan sekolah harus dirancang secara cermat dengan melibatkan semua unsur sekolah dan memberdayakan semua potensi yang ada di suatu sekolah.
Merancang atau membangun citra sekolah harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.      Berdasarkan visi dan misi sekolah, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengacu pada visi dan misi sekolah dan tidak boleh bertentangan dengan visi dan misi sekolah.
2.      Kebersamaan dan komitmen artinya upaya pencitraan sekolah melibatkan semua unsur sekolah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
3.      Memberdayakan seluruh potensi yang ada, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki sekolah.
4.      Kesungguhan dan keikhlasan, artinya upaya pencitraan sekolah harus dirancang dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan semata-mata untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
5.      Keterbukaan dan kejujuran, artinya upaya pencitraan sekolah harus didasarkan pada kondisi riil di sekolah, serta dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
6.      Adanya keinginan untuk berubah, artinya pencitraan sekolah dilakukan seiring dengan tuntutan perubahan yang ada.

D.     Strategi dan Teknik Pencitraan Publik Sekolah
Banyak upaya/strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan pencitraan publik. Upaya/strategi pencitraan sekolah tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Peningkatan kerja kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan.
2.      Keikutsertaan sekolah dalam kegiatan-kegiatan lomba sekolah dan siswa.
3.      Membangun jaringan kerja (network) dengan orang tua murid dan masyarakat.
4.      Peningkatan layanan akademik dan non-akademik yang prima; dan Kepemilikan peringkat akreditasi sekolah yang baik.

Ada banyak teknik yang dapat dipergunakan oleh sekolah dalam melakukan pencitraan publik, yaitu:
1.      Pameran sekolah.
2.      Publikasi kegiatan positif sekolah.
3.      Pertemuan sekolah dengan orang tua dan tokoh masyakat.
4.      Jurnalisme warga sekolah (school citizen journalist).
5.      Konferensi Pers.
6.      Website Sekolah.
7.      Gelar prestasi sekolah.
8.      Testimoni elit tentang prestasi sekolah.
9.      Pelibatan warga sekolah dalam kepemimpinan publik (masyarakat).
10.   Bakti sosial sekolah.
11.   Membuat berbagai even dan kegiatan yang mampu memobilisasi masyarakat.

Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu membangun persepsi siswa dan masyarakat tentang citra sekolah menjadi lebih baik. Persepsi siswa yang baik tentang citra sekolah akan berdampak meningkatnya motivasi belajar siswa, sedangkan peningkatan persepsi masyarakat tentang citra sekolah yang baik akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah.

E.     Bentuk-bentuk Pencitraan Publik Sekolah
Ada banyak bentuk pencitraan publik di sekolah, diantaranya adalah: (1) pencitraan yang terkait dengan lingkungan fisik sekolah; (2) pencitraan yang terkait dengan pelayanan yang diberikan; (3) pencitraan yang terkait dengan pembelajaran; (4) pencitraan yang terkait dengan sikap dan perilaku warga sekolah; (5) pencitraan yang terkait dengan transparansi program dan anggaran sekolah; (6) pencitraan yang terkait dengan prestasi akademik dan nonakademik sekolah; dan (7) pencitraan yang terkait dengan keberadaan alumni.
1.      Pencitraan yang terkait dengan lingkungan fisik sekolah
Lingkungan fisik sekolah yang menarik akan memberikan citra positif di mata publik. Pekarangan dan lingkungan fisik sekolah hendaknya ditata semenarik mungkin sehingga memberikan citra positif. Pepohonan dan aneka macam tanaman hendaknya kelihatan terawatt agar menunjukan kepada publik bahwa warga sekolah mampu merawat diri dan lingkungannya dengan baik.
Ruang kelas tempat peserta didik belajar, hendaknya berada dalam keadaan menyenangkan ketika dipandang, ditempati dan dipergunakan untuk melakukan aneka macam aktivitas. Terdapat dekorasi, asesori dan aneka pajangan karya siswa yang menunjukkan bahwa penghuninya adalah orang-orang terpelajar yang dapat dicontoh oleh masyarakat kebanyakan.

2.      Pencitraan yang terkait dengan pelayanan yang diberikan
Selain cepat dan benar saat memberikan pelayanan, warga sekolah yang bertugas memberikan pelayanan pendidikan juga menunjukkan citra diri sebagai orang yang terpelajar. Dalam memberikan layanan, tenaga pendidik dan kependidikan menunjukkan frendly (ramah dan bersahabat), memperlakukan orang yang dilayani sebagai pelanggan. Jangan sampai pihak yang dilayani kecewa terhadap jenis pelayanan apapun yang diberikan, sehingga pihak yang dilayani menjadi respek.

3.      Pencitraan yang terkait dengan pembelajaran
Pembelajaran yang menyenangkan dan ramah anak akan memberikan citra positif, karena apapun yang diterima oleh anak di sekolah senantiasa diceritakan kepada orang tua. Proses pembelajaran yang benar dan bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dibentuk, akan menghantarkan peserta didik pada pencapaian prestasi optimal.
Kepedulian guru terhadap kesulitan siswa saat pembelajaran, menjadi poin yang harus selalu diupayakan, karena selain sebagai pengajar dan pendidik, guru juga sekaligus sebagai problema solver. Aneka macam, masalah siswa, yang menuntut pemecahan, hendaknya juga menjadi perhatian guru, karena hal tersebut berkaitan juga dengan prestasi anak.

4.      Pencitraan yang terkait dengan sikap dan perilaku warga sekolah
Selama berkomunikasi secara internal, antar warga sekolah hendaknya dikondisikan agar selalu tampak baik. Kebiasan baik yang terbentuk di lingkungan internal ini, akan ditransfer ketika berkomunikasi dengan pihak eksternal. Oleh karena itu, pembentukan kebiasaan untuk bersikap dan berperilaku baik selama di sekolah, akan terbawa serta ketika mereka berhadapan dengan pihak luar. Hal ini akan membuat citra positif pihak luar terhadap sekolah.

5.      Pencitraan yang terkait dengan transparansi program dan anggaran sekolah
Kepercayaan publik (public trust), dapat ditumbuhkan oleh sekolah dengan menunjukkan citra jujur. Citra jujur tersebut, hendaknya ditunjukkan oleh sekolah pada pelaksanaan seluruh program sekolah, dan lebih-lebih dalam soal pengelolaan anggaran. Oleh karena itu, anggaran hendaknya dikelola secara jujur dan transparan dengan menggunakan prinsip-prinsip akutansi keuangan. Pelaporan kepada pihak-pihak berkepentingan tentang pemasukan dan pengeluaran anggaran, akan mampu menaikkan trust publik kepada sekolah. Pemajangan pemasukan dan pengeluaran anggaran pada tempat-tempat yang mudah diakses oleh publik, akan mampu meningkatkan citra sekolah di mata publik.

6.      Pencitraan yang terkait dengan prestasi akademik dan nonakademik sekolah
Hampir semua sekolah yang prestasi akademik dan non akademiknya tinggi, selalu menjadi sekolah favorit. Oleh karena itu, usaha keras untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik haruslah dilakukan oleh warga sekolah. Ketika prestasi akademik dan non akademik diraih, seberapapun prestasi tersebut, hendaknya dikomunikasikan kepada publik, karena terkait dengan citra baik suatu sekolah. Oleh karena itu, acara gelar prestasi akademik dan non akademik, yang mengundang semua lapisan masyarakat menjadi penting, agar masyarakat tahu dengan nyata tentang prestasi sekolah.

7.      Pencitraan yang terkait dengan keberadaan alumni
Keberadaan alumni sekolah, baik yang berada pada jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi, dapat dikomunikasikan kepada mayarakat. Terutama alumni yang berada pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang baik (unggul). Bahkan alumni sekolah yang sudah bekerjapun, terutama pada pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan yang strategis, juga perlu diketahui oleh masyarakat.
Oleh karena itu, studi penelurusan alumni (tracer study) sangatlah penting dilakukan oleh sekolah guna mengetahui keberadaan alumni. Pada momen-momen tertentu, para alumni ini dapat diminta untuk berbicara kepada publik, untuk menyampaikan testimoninya tentang sekolah di mana yang bersangkutan pernah dididik.

F.     Pihak-pihak yang Dapat Dilibatkan dalam Pencitraan Publik
Siapa sajakah yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik di sekolah? Semua warga sekolah hendaknya dilibatkan dalam pencitraan publik di sekolah. Selain itu, kepala sekolah perlu melibatkan pihak luar, baik kelompok-kelompok strategis maupun totoh berpengaruh dalam pencitraan publik sekolah. Warga sekolah yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah: kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (tenaga administrasi sekolah), siswa, dan komite sekolah.
Pihak luar dari kelompok strategis yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik sekolah adalah: birokrasi bidang pendidikan, nongovernmental organizations (NGO) yang peduli pendidikan, interest group yang berkepentingan dengan pendidikan, mitra-mitra sekolah yang selama ini telah menjalin kerja sama dengan sekolah, lembaga pendidikan mitra yang selama bekerja sama dengan sekolah, dan masih banyak lagi. Sementara itu, pihak luar dari unsur tokoh perorangan yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah: elit intelektual/akademikus, rohaniawan, usahawan, dan industriawan yang selama ini sudah bekerja sama dengan sekolah. Suara mereka dalam membentuk opini publik (public oponion) sangatlah penting dalam usaha mengangkat citra positif sekolah.

G.    Efek Positif yang Diharapkan dan Efek Negatif yang Direduksi dengan Pencitraan Publik
Pencitraan publik bukan dimaksudkan untuk mengemas ketidakbaikan sekolah menjadi terkesan baik, melainkan untuk mengemas dengan baik apa yang sudah dikerjakan oleh sekolah untuk dikomunikasikan kepada publik. Harapannya, hal-hal positif yang sudah diperbuat tersebut, diketahui oleh publik dengan keadaan yang senyatanya. Dengan demikian, efek postif pencitraan publik sekolah yang dikehendaki menurut Imron (2014) adalah:
1.      Publik mengetahui program, implementasi program, dan apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
2.      Publik mempersepsi positif terhadap program, implementasi program, dan apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
3.      Publik percaya (trust) terhadap amanat untuk mendidik anak yang dilakukan oleh sekolah.
4.      Publik merasa memiliki (sens of belongingnes) terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah.
5.      Publik memberikan respon positif, kritik konstruktif, dan masukan berharga bagi kemajuan sekolah.
6.      Publik bersedia memberikan dukungan (support) dan bantuan baik material maupun moral untuk kemajuan sekolah.
7.      Publik akan secara terus menerus mengawal sekolah agar berkinerja sesuai dengan yang diharapkan.

Sementara itu, efek negatif yang hendaknya direduksi dengan berbagai aktivitas pencitraan publik menurut Imron (2014) adalah:
1.      Publik tidak mengenal/memahami program sekolah.
2.      Publik menduga-duga apa yang telah dikerjakan oleh sekolah.
3.      Publik cenderung mempersepsi negatif terhadap program sekolah.
4.      Publik curiga terhadap apa yang dikerjakan oleh sekolah.
5.      Publik tidak percaya terhadap sekolah.
6.      Publik acuh tak acuk/masa bodoh terhadap sekolah.
7.      Publik menolak program-program yang dikembangkan oleh sekolah.

H.     Perilaku Tim Pengembang Sekolah yang Diharapkan Mampu Meningkatkan Pencitraan Sekolah
Agar pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, dan sekaligus meningkatkan citra positif sekolah, sejumlah perilaku pelayanan haruslah dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan oleh Tenaga pendidik dan kependidikan dalam memberikan layanan kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut waktu, relevansi layanan, kecermatan, hepful dan friendly, responsif, proaktif, profesionalitas, kapabel, dan cakap (Imron, 2007).
Terkait dengan waktu:
1.      Tim Pengembang Sekolah memahami ketepatan waktu sangat penting diperhatikan dalam memberikan layanan kepada customer.
2.      Tim Pengembang Sekolah mengetahui target waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan kepada customer.
3.      Tim Pengembang Sekolah selalu mengusahakan memberikan layanan kepada customer lebih cepat dari batasan waktu yang ditetapkan.
4.      Tim Pengembang Sekolah jika dirasakan perlu, meluangkan waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan dalam memberikan layanan kepada customer.

Terkait dengan relevansi layanan:
1.      Tim Pengembang Sekolah dapat memposisikan diri sesuai dengan TUPOKSI dalam memberikan layanan kepada customer.
2.      Tim Pengembang Sekolah menyadari keterkaitan TUPOKSI dengan keseluruhan layanan yang diberikan.
3.      Tim Pengembang Sekolah memahami dan mampu mempraktikkan TUPOKSI-nya dalam rangka pemberian layanan kepada customer.
4.      Tim Pengembang Sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka merasakan kepuasan dari layanan yang diterimanya.

Terkait dengan kecermatan pelayanan:
1.      Tim Pengembang Sekolah memahami langkah-langkah kerja yang harus dilalui sebelum memberikan layanan.
2.      Tim Pengembang Sekolah menggunakan peralatan bantu untuk kecepatan dan ketepatan proses dalam memberikan layanan kepada customer.
3.      Tim Pengembang Sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil layanan yang diberikan kepada customer.
4.      Tim Pengembang Sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang dilakukannya.
5.      Tim Pengembang Sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan upaya pencegahan terhadap kesalahan/kelemahan/hambatan dari layanan kepada customer.

Terkait dengan hepful dan friendly:
1.      Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan oleh keberadaan customer-nya.
2.      Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya.
3.      Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa customer adalah segalanya, karena itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu mereka.
4.      Tim Pengembang Sekolah merasa bangga dan senang, jika persoalan yang dimiliki oleh customer sedikit banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan.
5.      Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa yang menjadi pelayan adalah dirinya, karena itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus melayani dirinya.
6.      Ketika memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan sungguh-sungguh.
7.      Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan senang hati.
8.      Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah menunjukkan wajah yang ramah, menyenangkan, smile, tidak sangar.
9.      Dalam memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah memperlakukan pihak yang dilayani sebagai customer (pelanggan).
10.   Jika Tim Pengembang Sekolah mempunyai persoalan (pribadi, sosial, pekerjaan), tidak dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh terhadap cara memberikan layanan kepada customer-nya.

Terkait dengan Responsiveness dan pro-aktif:
1.      Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berangan-angan, kapan ia harus melayani customer-nya. Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak memberikan pelayanan kepada customer.
2.      Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah tanggungjawab dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika memberikan pelayanan tidak menunggu perintah dari atasannya.
3.      Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam memberikan layanan adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk mengutamakan kepentingan customer dalam setiap memberikan pelayanan.
4.      Tenaga pendidik dan kependidikan berusaha agar customer yang dilayani tidak usah menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya.
5.      Ketika ada customer yang kebingungan saat berproses mendapatkan pelayanan, Tenaga pendidik dan kependidikan menawarkan bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat saya bantu?
6.      Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan kesukaran.
7.      Tim Pengembang Sekolah berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan.
8.      Tim Pengembang Sekolah berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan.
9.      Ketika customer tidak mengerti cara mengakses pelayanan, Tim Pengembang Sekolah berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu perintah dari atasan langsungnya.em
10.   Ketika ia punya persoalan dan kesulitan dalam setiap memberikan pelayanan, ia tanya kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru menunggu kapan sejawat dan atasannya bertanya kepada dirinya.

Terkait dengan Profesionalitas, kapabilitas:
1.      Tim Pengembang Sekolah menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya, sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, benar-benar terencana (by design).
2.      Tim Pengembang Sekolah memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang dikandung oleh prosedur dan alur kerja tersebut.
3.      Dalam setiap memberikan pelayanan kepada customer, Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya.
4.      Dalam setiap memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah selalu mencari cara-cara yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan.
5.      Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah bertindak tenang dan tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan.
6.      Dalam menyelesaikan pekerjaan, Tim Pengembang Sekolah mengutamakan ketuntatasan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, dan tidak semata-mata mengacu kepada waktu dan jam kerja.
7.      Terhadap berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah selalu mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dna prosedur tersebut.
8.      Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan, Tim Pengembang Sekolah tidak menunda-nunda (menggampangkan), karena jika menumpuk, akan memperendah mutu pelayanan yang dapat ia berikan.
9.      Ketika ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak terbengkelai, dan bisa memuaskan customernya.
10.   Tim Pengembang Sekolah selalu berusaha melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan (kaizen) yang ia berikan sehingga kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Barata, A. A. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

Imron, A. 2007. Perilaku Tenaga Administrasi Sekolah dalam Layanan Publik di Sekolah. Jurnal Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Tendik, Kemendikbud.

Imron, A. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah yang Berorientasi Pelayanan Publik. Modul Pelatihan MBS Kinerja-USAID. Jakarta: Kerjasama Kinerja USAID & RTI.

Imron, A. 2014. Manajemen Pertisipasi Masyarakat Tingkat Satuan Pendidikan. Malang: Penerbit FIP UM.

Lembaga Administrasi Negara. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Kementerian Menterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2009. Renstra Kemendikbud Tahun 2009-2014. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Menterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Panduan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah. Jakarta: Kemendikbud.