27 Desember 2011

UPO

Indonesia sangat kaya raya itu tak terbantahkan, Indonesia negeri yang subur itu tak terbantahkan, Indonesia negeri yang luar biasa juga tak terbantahkan ... !!! Lalu kenapa kok masih ada korupsi, ada maling, ada penjarahan, ada ini itu yang negatif. Lalu kenapa ada sekolah roboh (kalau rumah roboh tak peduli saya)? Jika dikalkulasi uang korupsi di negeri ini, uang korupsi itu dapat berapa sekolah untuk membangun sekolah, sarana pendidikan lainya? Kasus Century misalnya 6,7 T. Berapa sekolah yang dapat dibangun ya? Uang Rp. 1,168 T dapat membangun sekolah sebanyak 12 ribu gedung sekolah (Febri Hendri, Tribunnews; 2010).
Masih terlalu besar untuk angka-angka triliun. Tak usah jauh-jauh: UPO alias nasi. Pasti manusia perlu makan, salah satu makanan pokok ialah nasi. Kalau orang makan terkadang dalam satu piring ada yang tak menyisakan UPO sedikit pun, ada pula yang menyisakan UPO. Mari dihitung dengan sistem kali, orang yang menyisakan UPO saat makan. Berat satu UPO sekitar 0,01 gram. Satu orang makan dengan menyisakan satu UPO dengan tiga kali makan sehari. Satu hari menyisakan UPO 0,03 gram. Satu tahun 0,03 dikali 365 hari, UPO yang disisakan 10,95 gram. Jika dikali seluruh penduduk Indonesia 259.940.857 jiwa per 31 Desember 2010 (Kemendagri, Kompas: 2010), UPO yang disisakan 2.846.352.384,15 gram. Satu tahun Indonesia menyisakan UPO seberat: 2.846.352,38415 kg = 2.846,35238415 ton. FANTASTIK ... !!!! Hanya satu butir UPO bisa mubazir 2.846,35238415 ton tiap tahun. Sungguh sangat kaya raya kita ini ..!! Pertanyaannya, SADAR TIDAK KALAU BANGSA INDONESIA ITU KAYA RAYA .. ??
Ngonoae juga masih banyak yang sambat, mengeluh, dan ngersulo. DI INDONESIA TAK ADA WARGA NEGARA YANG MISKIN, TAK ADA WARGA NEGARA YANG FAKIR. Salah besar jika ada lembaga yang mencatat ada penduduk Indonesia yang miskin. Yang ada ialah ORANG YANG TAK PANDAI BERSYUKUR ... !!!

26 Desember 2011

JANGAN BANYAK TANYA ..... !!!

Suatu saat di kelas saya, ada perubahan "revolusioner": SOPO WONGE YANG TAK HADIR DI KELAS SEBELUM PUKUL 07.30 TAK BOLEH MASUK KELAS.
Jadi kalau ada yang telat "sedetik" pun tak boleh masuk kelas. Titik. Pasti sudah jelas, kalau masuk jam ke satu itu pukul 07.30 WIB (bukan WITA apalagi timur). Kalau ada orang yang melebihi masuk di atas pukul 07.30 artinya telat alias terlambat. Sehingga orang telat tak boleh masuk kelas. Titik. Pasti sangat jelas aturan itu ... !!!
JANGAN BANYAK TANYA!! Jangan banyak mencari alasan untuk meminta "toleransi" keterlambatan, masio 5 menit, atau 15 menit!! Mencari alasan, banyak tanya artinya: sebenarnya dengan "banyak tanya", "banyak alasan" tujuannya "untuk mengingkari", "untuk tak melaksanakan".
Toleransi 5 menit atau berapa pun menitnya. Sama halnya "toleransi kesalahan" dari kesalahan sedikit-sedikit. Misale telat 5 menit tiap pertemuan. Kalau dihitung berapa menit jika ada 16 pertemuan. Tinggal ngitung!! itu telat 5 menit. Lha kalau telatnya 60 menit!!! Kenemenen jenenge. Masak satu semester harus lapor gini: Bapak / Ibu maaf saya terlambat. Satu kelas pun tahu kalau telat, yang lebih penting setelah telat tadi: nyapo, apa yang perlu diubah?
Ayo malu untuk telat .... !!!
Saya pernah malu karena telat 30 menit. Konsekuensi dan tanggung jawab dari telat tadi: JADI PENYAYI 5 MENIT .... !!!!
AYO INDONESIA BISA UNTUK TIDAK TERLAMBAT .... !!!

13 Desember 2011

Orang Berilmu dengan Orang Berkuasa, Menang Mana?

Masih ingat benar tentang cerita dari teman saya. Ceritanya begini: Teman saya memiliki teman di tempat kerja sebuah lembaga pendidikan. Katakanlah temannya teman saya itu namanya Bu KLMN, pada saat pertama kali masuk kerja menjadi pengajar di lembaga pendidikan tersebut menerapkan RME (Realistic Mathematics Education) dalam pembelajaran. Namanya orang idealis yang baru fresh graduate, baru lulus sarjana, tentunya selalu ingin melaksanakan sesuatu yang excelent, good, dan pokoknya harus total dalam melaksanakan kerja, terutama beliau juga seorang pengajar (guru). Setelah menerapkan RME beberapa bulan dalam pembelajaran, apa yang terjadi? Pihak atasan pengajar (wakasek lah) tersebut, mengkritik begini: Apa itu RME, tak baik, metode yang jelek! Tak usah diterapkan lagi di sekolah ini. RME tak baik dan tak cocok dengan sekolah ini. Keputusan sudah bulat titik. RME tak boleh diterapkan!!!
Kalau menurut saya ini bukan mengkritik, tapi menghina orang dalam melaksanakan perubahan, tanpa memahami terlebih dahulu esensi metode pengajar tadi. Kita harus paham dulu sebelum memutuskan!
Cerita berlanjut: Akhirnya pengajar tersebut setelah dihina, berhenti tak menerapkan RME dalam pembelajaran. Yo, tentunya pengajar tersebut sakit hati, mutung jare orang Kediri! Semenjak peristiwa tersebut pengajar tadi dalam pembelajaran manut dengan budaya lembaga pendidikan tersebut. Pembelajaran Matematika, cuma menjelaskan rumus, mengerjakan soal, diterangkan, selesai!
Pengajar tersebut akhirnya pasif, tak mau melakukan perubahan, karena ujung-ujungnya nanti dibasmi! Sehingga hal-hal baru, pemikiran baru, kreativitas pengajar terhambat.
Selang beberapa tahun apa yang terjadi? Pimpinan sekolah (wakasek tadi) diikutkan oleh lembaga dalam kegiatan pelatihan, yang dalam pelatihan pembelajaran tadi mengulas dan melatih penerapan metode RME dalam pembelajaran. Setelah mengikuti pelatihan tersebut (katakanlah beberapa hari githu) kembali ke sekolah, apa yang terjadi? Pimpinan sekolah tersebut langsung mengembar-gemborkan RME di sekolah agar diterapkan oleh para guru! (Welah telat Pak, dulu ada pengajar yang menerapkan RME sebelum njenengan ikut pelatihan, baru tahu yo!) Tanpa merasa bersalah yang sebelumnya telah mengkritik pengajarnya yang menerapkan RME. Pimpinan sekolah ini bangga menjelaskan RME bahwa RME itu sip, apik, dan bagus pokoke! (Inilah kebiasaan negeri ini, ORANG PELUPA, dulu pernah menghina). Akhire pengajar yang dikritik tadi tentunya yo, lebih sakit hati, dengan pimpinan sekolah tersebut.
Apa yang dapat saya pelajari dari peristiwa tersebut? Sesuai dengan judul tulisan (Orang Berilmu dengan Orang Berkuasa, Menang Mana?), (1) sebelum kita pro atau kontra terhadap sesuatu hal, baik orang, pendapat, pemikiran, atau sebuah mazhab, kita harus memahami semuanya terlebih dahulu. Baru kita bersikap. Misalnya: ada Sosialis ada Kapitalis, jangan menghina kapitalis, jangan mengunggulkan sosialis, sebelum kita paham kedua pemikiran tersebut. Setelah paham sosialis dan kapitalis, baru kita bersikap dan memilih! (2) Ini yang lebih penting, ORANG BERILMU pasti menang daripada ORANG BERKUASA. Berdasarkan cerita: antara pengajar yang pertama kali menerapkan RME pertama kali di sekolah tersebut dengan pimpinan sekolah (wakasek) yang dulunya mengkritik RME, akhirnya menerapkan RME juga setelah ikut pelatihan, yo walaupun telat poll, tanpa kulonuwun dengan pengajar yang dulu pernah dihina, orang berilmu (wakasek yang belajar RME yang sebelumnya membasmi RME) tetap menang! Tapi pertanyaannya, orang berilmu yang bagaimana? Orang berilmu: orang yang selalu terbuka pemikiran, terbuka terhadap hal-hal baru, berpikir dengan penalarannya, dan selalu bereksperimen, untuk mendapatkan ilmu baru, terus membuka cakrawala keilmuan.
Sungguh penting memadukan ILMU dan KEKUASAAN, agar suatu organisasi terus maju, dengan meng-upgrade wawasan, pemikiran, dan berkaitan dengan empirik-teoritis keilmuan. Agar organisasi selalu melakukan perbaikan berkesinambungan, menghadapi tantangan jaman, lingkungan yang terus berubah. Agar dalam orang-orang dalam organisasi selalu bekerja dengan riang gembira, mengekspresikan kreativitasnya untuk kemajuan organisasi. Kekuasaan harus dikendalikan dengan ilmu, agar orang yang berkuasa dapat menjadi orang arif, orang bijaksana, orang yang cinta akan perubahan dan pembaharuan menuju lebih baik!