15 September 2011

Syarat dan Teknik TQM dalam Bidang Pendidikan

Menurut Supriyanto (1999:43) agar program-program yang dibawa melalui TQM dapat berhasil dengan baik, maka terdapat persyaratan yang harus dipenuhi jika TQM diimplementasikan dalam institusi pendidikan, yaitu:

    1. Peningkatan secara berkesinambungan

Ditinjau dari segi TQM sebagai suatu pendekatan, maka TQM mencari suatu bentuk permanen dalam lembaga, sehingga fokus bukan diarahkan pada kebijaksanaan jangka pendek, tetapi diarahkan pada kebijaksanaan jangka panjang melalui pendekatan kualitas.Untuk menciptakan suatu budaya peningkatan kualitas yang berkelanjutan dalam sebuah organisasi pendidikan, maka pimpinan harus memberikan kepercayaan kepada staf yang dipimpinnya, sehingga dengan kepercayaan yang telah diberikan kepada staf, maka staf akan memiliki tanggungjawab untuk menciptakan kualitas terbaik sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.

    1. Perubahan budaya

Menurut Robbins (dalam Supriyanto 1999:44) ada tiga langkah pengelolaan perubahan, yaitu: unfreezing, moving, and refreezing. Unfreezing yang berarti pelelehan merupakan upaya perubahan budaya yang bertujuan untuk mengatasi adanya tekanan, baik tekanan secara individual maupun kelompok. Moving atau perubahan mempunyai makna suatu gerakan perpindahan dari keadaan lama ke keadaan baru. Sedangkan refreezing atau pembekuan, merupakan suatu bentuk permanenisasi dari suatu perubahan yang telah ada dalam suatu organisasi.

    1. Organisasi ke atas samping – bawah

Implementasi TQM pada organisasi pendidikan dapat berhasil apabila pimpinan perlu menciptakan suatu komunikasi yang efektif dengan memanfaatkan semua media secara multi arah kepada seluruh staf yang ada di dalam organisasi.

    1. Menjaga hubungan dengan pelanggan

Agar kebutuhan pelanggan pendidikan dapat terpenuhi, maka sebaiknya pimpinan lembaga pendidikan perlu mengembangkan paradigma baru bahwa yang semula kecenderungannya acuh dengan pelanggan, di masa mendatang harus memprioritaskan dan memuaskan pelanggan.

    1. Kolega sebagai pelanggan

Fokus TQM terhadap pelanggan bukan sekedar memenuhi kebutuhan dari luar, tetapi kolega yang ada dalam lembaga juga merupakan pelanggan. Karena itu, keseimbangan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal sangat diperlukan.

    1. Pemasaran internal

Pemasaran internal merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan berbagai informasi kepada para staf tentang apa yang terjadi dalam lembaga, sehingga staf memiliki kesempatan untuk memberikan ide umpan balik. Pemasaran internal diharapkan dapat menjadi pendongkrak pada pemasaran eksternal.

    1. Profesionalisme dan fokus pelanggan

Pandangan tradisional berpendapat bahwa profesi guru dianggap sebagai penjaga kualitas dan standar, sehingga konsep TQM yang menekankan anggapan pelanggan sebagai penyebab terjadinya konflik dalam pengelolaan pendidikan perlu diluruskan. Karena itu perlu diberikan pemahaman tentang bagaimana cara agar guru dan peserta didik dapat memperoleh keuntungan dari perubahan yang terjadi.

    1. Kualitas belajar

Lembaga yang akan menerapkan TQM harus mengantisipasi gaya belajar bagi peserta didik secara serius, sehingga didapatkan strategi yang baik untuk masing-masing individu atau peserta didik yang memiliki perbedaan dalam belajar.

    1. Mengatasi hambatan dalam mempertahankan TQM

TQM merupakan pekerjaan yang membutuhkan kesetiaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa hambatan. Agar semua permasalahan dapat diselesaikan, maka diperlukan alat dan teknik TQM yang dapat digunakan untuk kepentingan peningkatan kualitas pendidikan.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam TQM terdapat alat dan teknik yang dapat dipergunakan untuk mengatasi hambatan atau permasalahan yang dialami oleh organisasi pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh Supriyanto (1999:50). Alat dan teknik TQM dimaksud diadopsi dari pemikiran Sallis (1993), Tenner dan DeToro (1992), dan Murgatroyd dan Mogan (1993) yang diuraikan secara singkat sebagai berikut: brainstorming (curah pendapat), affinity networks (jaringan kerja saling terkait), fishbone or Ishikawa diagrams (diagram sebab akibat, tulang ikan, atau Ishikawa, force – field analysis/ alat dan teknik yang digunakan untuk mempelajari suatu situasi yang memerlukan perubahan), process charting (untuk memberi keyakinan bahwa institusi memahami secara tepat siapa sebenarnya pelanggan/konsumennya sekaligus dapat mengidentifikasi sumber-sumber yang diperlukan untuk melayani dan memuaskan mereka), flowchart, pareto analysis, benchmarking (simbol/tanda untuk menentukan tinggi suatu daerah) adalah suatu standar untuk pengukuran performansi, career-path mapping (penggambaran jalan karir untuk mengidentifikasi kejadian penting atau hambatan potensial dalam karir para peserta didik).

Tidak ada komentar: