04 Mei 2012

LINGKUNGAN PENDIDIKAN


A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu upaya yang sangat mutlak dalam suatu kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan faktor penting dan bermanfaat bagi kehidupan dalam upaya meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Kegiatan pendidikan di manapun berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu, baik lingkungan yang berhubungan dengan ruang maupun waktu.
Lingkungan memberikan pengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan ada yang bersifat sengaja dan bersifat tidak sengaja. Artinya lingkungan tidak ada kesengajaan tertentu di dalam memberikan pengaruhnya kepada perkembangan anak didik. Ada tiga macam lingkungan, menurut tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan di mana pendidikan berlangsung agar dapat memberikan pengaruh yang positif kepada perkembangan anak didik, maka hendaknya kita usahakan sedemikian rupa sehingga masing-masing lingkungan senantiasa memberikan pengaruhnya yang baik.

B. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1.  Pengertian
Setiap manusia pasti memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya. Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri anak yang memberikan pengaruh terhadap perkembangannya. Dengan kata lain lingkungan pendidikan merupakan latar tempat berlangsungnya pendidikan (Indrakusuma, 1978).
Lingkungan pendidikan dapat berupa benda-benda, orang-orang, keadaan-keadaan, dan peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar peserta didik yang bisa memberikan pengaruh kepada perkembangannya, baik secara tidak langsung ataupun langsung, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Disamping lingkungan memberikan pengaruh dan dorongan, lingkungan juga arena yang memberikan kesempatan kepada kemungkinan-kemungkinan atau potensi (pembawaan) yang dimiliki seorang anak untuk berkembang.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan menurut Tirtarahardja (2000) adalah untuk membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik/sosial/budaya) dan mengajarkan tingkah laku umum serta menyeleksi atau mempersiapkan individu untuk peranan-peranan tertentu.

2.  Tri Pusat Pendidikan
Sepanjang kehidupannya manusia selalu memperoleh pengaruh atau pendidikan dari tiga tempat, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga tempat berlangsungnya pendidikan ini disebut dengan tri pusat pendidikan.

a.  Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang mula-mula dan terpenting. Sering juga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena memang orang tua dalam keluargalah yang terutama memiliki tanggung jawab atas pendidikan anak kandungnya. Menurut kodratnya orang tua harus mendidik anak-anaknya, terdorong oleh suatu insting, yaitu rasa cinta yang asli terhadap keturunannya.
Pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga, oleh karena itu tugas utama keluarga dalam pendidikan anak adalah peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar berasal dari pendidikan kedua orang tuanya dan anggota keluarga yang lain (Indrakusuma, 1978). Keluarga juga membina dan mengembangkan perasaan sosial anak, seperti rasa tenggang rasa, suka menolong, hidup damai, kerjasama, kegotongroyongan, kepekaan, dan sebagainya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, maka keluarga menyerahkan sebagian peran/tanggungjawabnya kepada jalur pendidikan formal (sekolah) maupun non formal (kursus, kelompok belajar, dsb).
Peran jalur pendidikan formal (sekolah) semakin lama semakin penting, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan aspek kognitif (pengetahuan) dan skill/psikomotorik (ketrampilan). Hal ini tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan anaknya, diharapkan keluarga lebih banyak bekerja sama dan mendukung kegiatan pusat/lingkungan pendidikan lainnya (sekolah dan masyarakat).
b.  Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah disebut juga lingkungan kedua yang didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup bagi anaknya. Sehingga pendidikan di sekolah berperan sebagai bagian dan lanjutan dari pendidikan keluarga, serta merupakan jembatan yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak (Indrakusuma, 1978).
Untuk mempersiapkan anak agar hidup dengan cukup bekal kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang modern, telah tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak cukup hanya menerima pendidikan dan pengajaran dari lingkungan keluarganya saja. Maka dari itu, masyarakat atau negara mendirikan sekolah-sekolah. Kehidupan dan pergaulan di lingkungan sekolah sifatnya lebih tegas dan lugas, harus ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijalankan oleh peserta didik dan pendidikan. Pendidikan etika juga diberikan di sekolah, namun hanya merupakan bantuan terhadap pendidikan budi pekerti yang telah dilaksanakan oleh keluarga, karena tujuan dan tanggung jawab utama sekolah membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipergunakan dalam kehidupannya di masyarakat (Purwanto, 2002).
Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu.

c.  Lingkungan Masyarakat
Dari ketiga macam pengaruh lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), kiranya lingkungan masyarakatlah yang cukup sulit dirancang agar selalu memberikan pengaruhnya yang baik untuk perkembangan anak didik. Karena lingkungan masyarakat itu sangat luas dan banyak berbagai pihak yang berperan dalam masyarakat tersebut, sehingga memerlukan pengawasan dan pengontrolan yang lebih agar suasana lingkungan masyarakat dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pendidikan anak.
Masyarakat yang berperan aktif dalam bidang pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Kelompok ini berupa organisasi-organisasi pendidikan, sosial, politik, ekonomi, keagamaan dan sebagainya. Semua kelompok ini perlu dilibatkan secara aktif dalam membantu dan mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengelola atau pihak sekolah hendaknya mampu menganalisis kelompok masyarakat mana yang bisa dilibatkan dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sebagai gambaran dibawah ini disajikan skema tentang keterlibatan berbagai pihak dalam School District di Amerika menurut Hoy & Miskel (1987).
 

Sementara itu, Unruh (1974) mengelompokkan masyarakat menurut hubungannya dengan sekolah. Kelompok tersebut adalah: (1) Immadiate (pihak yang sangat cepat berhubungan dengan sekolah yaitu siswa, guru, dan orang tua siswa); (2) Associated (pihak yang tertarik pada sekolah); (3) Disassociated (pihak yang tidak tertarik dengan sekolah); dan (4) Institusionalized (lembaga umum).
Gorton (1976) membahas kelompok-kelompok masyarakat yang banyak tertarik terhadap lembaga pendidikan antara lain:
·      Organisasi orang tua siswa dan guru
·      Dewan Perdagangan
·      Orang tua secara individual
·      Organisasi Veteran
·      Keluarga orang tua
·      Kelompok-kelompok Pekerja
·      Asosiasi pembayar pajak
·      Kelompok-kelompok Agama
·      City Council & School Board
·      Politikus
·      Organisasi bisnis komersial
·      Organisasi Persaudaraan
·      Kelompok-kelompok layanan
·      Organisasi Kesejahteraan
·      Kelompok-kelompok khusus
·      Organisasi Pemerintah
·      Pimpinan-pimpinan bisnis penting
·      Pengelola Pers, Televisi & Radio

C. HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN TRI PUSAT PENDIDIKAN
Tri pusat pendidikan hanya dapat dibahas terpisah-pisah secara teoritis, namun realitanya secara simultan dan terpadu saling memberikan pengaruh timbal-balik dan tidak dapat dipilah-pilah. Makalah ini lebih menyoroti/membahas tentang keterkaitan hubungan sekolah, sebagai bagian dari tri pusat pendidikan, dengan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Hubungan pengaruh timbal balik antara tingkat partisipasi masyarakat dengan kualitas proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, menuntut adanya jalinan hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat. Jalinan hubungan yang dimaksud, realisasinya bisa diwujudkan di dalam berbagai bentuk dan jalinan. Beberapa bentuk atau cara yang telah dikenal, adalah: open door politics, atau pemberian kesempatan kepada orang tua murid berkunjung ke sekolah untuk membicarakan masalah khusus yang terjadi pada anaknya; home visiting atau kunjungan sekolah ke rumah murid; penggunaan resources persons, kunjungan sekolah ke objek-objek tertentu di masyarakat, pertemuan antara orang tua murid dan warga sekolah, serta pengadaan serta mengefektifkan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Sedangkan secara umum (menurut Hymes dalam Indrafachrudi, 1994) teknik penyelenggaraan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu teknik: (1) Pertemuan kelompok, berupa seminar, lokakarya, sarasehan, dsb. Ragam unsur masyarakat yang dilibatkan di dalam kegiatan ini tergantung dari tema yang sedang dibahas. (2) Tatap muka, pihak sekolah dapat memanggil orang tua siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kemampuan lebih, yang perlu pembinaan bersama agar kemampuannya dapat berkembang secara maksimal. (3) Observasi dan partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah, agar masyarakat tersebut mengetahui secara langsung hambatan dan faktor pendukung penyelenggaraan pendidikan, mengetahui keberhasilan sekolah, sehingga diharapkan bersedia membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah. dan (4) Surat menyurat dengan berbagai pihak yang dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Seiring dengan perkembangan teknologi, sekolah dapat menerapkan teknik ini dengan menggunakan alat-alat komunikasi berupa telepon, fax, internet, e-mail, dsb.
Dengan adanya kerja sama tersebut, para guru akan dapat memperoleh keterangan-keterangan dari orang tua tentang kehidupan dan sifat anak-anaknya yang sangat besar gunanya bagi guru dalam memberikan pelajaran dan pendidikan terhadap murid-muridnya. Sebaliknya, orang tua juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya sehingga dapat mengetahui kesulitan-kesulitan manakah yang sering dihadapi anak-anaknya di sekolah. Orang tua dapat mengetahui apakah anaknya itu rajin, malas, bodoh, suka mengantuk, atau pandai, dan sebagainya. Dengan demikian, orang tua dapat menjauhkan pandangan dan pendapat yang keliru sehingga terhindarlah salah pengertian yang mungkin timbul antara keluarga dan sekolah.
Maisyaroh (2003) mengelompokkan masyarakat secara umum, yaitu:
(1) Masyarakat orang tua, adalah gabungan dari orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu; (2) Masyarakat yang terorganisasi dalam organisasi tertentu; dan (3) Masyarakat luas yang terdiri dari individu-individu yang tidak terkait secara langsung terhadap penyelenggaraan program pendidikan.
Kenyataan di Indonesia, dari sekian kelompok tersebut yang paling aktif peranannya adalah masyarakat orang tua siswa. Sedangkan masyarakat terorganisasi dan masyarakat luas sudah berperan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan namun masih belum optimal. Perhatian orang tua itupun hanya ditujukan pada lembaga pendidikan tempat anaknya bersekolah, sementara lembaga pendidikan yang lain di luar perhatiannya.
Kelompok terorganisasi di Indonesia yang bisa diajak kerjasama antara lain anggota kelompok dari pengelola perusahaan, DPR, dewan pendidikan, komite sekolah, majelis madrasah, kelompok layanan kesehatan, kelompok agama, pengelola televisi, radio, bank, kantor pos/giro, LSM, dan sebagainya.
Wujud kerjasama sekolah dengan kelompok terorganisasi di atas berupa pemberian beasiswa, pembangunan gedung dan pembelian fasilitas sekolah, peningkatan kemampuan kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah (pelatihan, seminar dan lokakarya), bantuan pengembangan pembelajaran, bantuan publikasi dan penayangan kegiatan sekolah. Pelaksanaan kerjasama ini menuntut pihak sekolah lebih proaktif dalam menjalin kerjasama sehingga kelompok terorganisasi yang ada mau dan berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas sekolah.
Sekolah juga perlu mewaspadai kemungkinan usaha-usaha negatif dari kelompok yang bersedia diajak kerjasama, tetapi berusaha untuk mengeksploitasi keberadaan sekolah serta berusaha mengeritik dan menyerang sekolah dengan tujuan untuk menjatuhkan kebijakan sekolah. Misalnya suatu perusahaan bersedia menjadi donatur penyelenggaraan suatu sekolah dengan syarat agar siswa mau menggunakan produk perusahaan tersebut, sementara produk tersebut kalau dikonsumsi siswa dapat membahayakan perkembangannya, dapat merusak masa depan siswa. Kalau terjadi usaha-usaha yang demikian maka pihak sekolah, dalam hal ini pimpinan sekolah, perlu tanggap dengan cara menganalisis motif di balik pemberian dana tersebut dan memecahkan masalahnya secara bijaksana.
Peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik memerlukan keserasian serta kerja sama yang erat dan harmonis antar tripusat pendidikan (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat). Berbagai upaya perlu diusahakan dan dilakukan agar program-program pendidikan dari setiap pusat pendidikan tersebut dapat saling mendukung dan memperkuat satu dengan lainnya.
Dalam lingkungan keluarga telah diupayakan berbagai hal (seperti perbaikan gizi, permainan edukatif, dan sebagainya) yang dapat menjadi ladasan untuk pelaksanaan pengembangan pendidikan selanjutnya di sekolah dan masyarakat. Pada lingkungan sekolah diupayakan berbagai hal yang lebih mendekatkan hubungan sekolah dengan orang tua siswa, misalnya melalui organisasi orang tua siswa, kunjungan guru ke rumah orang tua murid atau sebaliknya kunjungan orang tua murid ke sekolah, dan sebagainya.
Selanjutnya, sekolah juga mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat sekitarnya (seperti menerjunkan siswa ke masyarakat, mendatangkan nara sumber dari masyarakat ke sekolah, dan sebagainya). Akhirnya lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai kegiatan atau program yang menunjang serta melengkapi program pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah. Dengan adanya kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling melengkapi tersebut, maka diharapkan akan memberikan peluang untuk mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu.

D. PENUTUP
Kehidupan manusia sejak lahir sampai akhir hayat tidak dapat terlepas dari berbagai pengaruh yang berasal dari dalam maupun luar dirinya. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat mengarah positif maupun negatif yang berasal dari tiga lingkungan pendidikan (Tri Pusat Pendidikan) yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sehingga lingkungan pendidikan berperan menjadi pusat berlangsungnya pendidikan untuk pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Tri pusat pendidikan hanya dapat dibahas terpisah-pisah secara teoritis, namun realitanya secara simultan dan terpadu saling memberikan pengaruh timbal-balik dan tidak dapat dipilah-pilah. Peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik memerlukan keserasian serta kerja sama yang erat dan harmonis antar tri pusat pendidikan.
Sekolah tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pendidikannya dengan lancar tanpa adanya dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Sehingga pihak sekolah hendaknya mampu menganalisis kelompok masyarakat mana yang bisa dilibatkan dalam mendukung penyelenggaraan dan pengembangan program pendidikan di sekolah. Kreativitas pihak sekolah/pengelola pendidikan dalam hal ini sangat diperlukan untuk menjalin kerjasama sekolah dengan lingkungan keluarga/orang tua siswa dan lingkungan masyarakat di sekitar sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Gorton, R. A. 1996. School Administration. Dubuque, Lowa: Wm C. Brown Company Publisher.

Hoy, W. K. & Miskel, C. C. 1987. Educational Administration: Theory, Research & Practices. New York: Random House.

Indrafachrudi, S. 1994. Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orangtua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP Malang.

Indrakusuma, A.D. 1978. Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang.

Maisyaroh. 2003. Manajemen Keterlibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam, Imron, A., Maisyaroh, dan Burhanuddin (Eds.), Manajemen Pendidikan: Analisis Substansi dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan (hlm.121-128). Malang: UM Press.

Purwanto, M.N. 2002. Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Tirtarahardja, dkk. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Unruh, A. & Willer, R.A. 1974. Public Relations for School. Belmont California: Liar Siagler Inc./ Fearon Publishers.

18 April 2012

AWAS, JANGAN SALAH SASARAN

Ketika seorang manusia mengalami kondisi yang tak sesuai dengan harapannya, maka lazim kita "mengeluh", sambat kata orang Jawa. Saya pun pernah sambat juga. Muncul dibenak saya, apa bisa ya manusia tidak sambat? Setidaknya tidak sambat kepada sesama manusia, melainkan sambatnya kepada Gusti Pangeran. Dan saya yakin, setiap yang apa yang telah terjadi sudah ditetapkan dan terbaik bagi tiap manusia. Kembali ke sambat, apakah manusia pantas untuk sambat kepada manusia lain, yang manusia disambati pun makhluk yang bergantung. Setidaknya bukan sambat, dihaluskan, jadi curhat. Bercerita kepada orang lain, bahasa Uya Kuya unek-unek, memang perlu, dengan bercerita, kita akan plong, setidaknya mengurangi beban, walaupun dengan bercerita juga belum tentu dan menyelesaikan masalah.

Namun yang jadi persoalan, jika kita salah sasaran sambat kepada manusia lain. Maksudnya salah sasaran, jika yang kita sambati ternyata kondisine jauh lebih "mengenaskan" daripada kita. Naasnya kita tak tahu, atau malah tak mau tahu, yang penting beban kita plong! Logikanya, kalau seorang manusia sambat kepada Gusti Pangeran, itu adalah harus. Dasarnya, "Gusti Pangeran cukup pemeliharaku". Kedudukan Gusti Pangeran lebih tinggi dari manusia, sangat tinggi, saking tingginya, saya tak bisa menuliskan. Sehingga, seandainya manusia ingin sambat kepada manusia lain, manusia yang kita sambati harus lebih dari kita. Jangan salah sasaran, nanti malah yang kita sambati lebih merana dari kita!

Saya pernah merasa lebih dari teman sekelas saya dulu di Malang. Saya merasa lebih itu semenjak semester 1 sampai sekitar pertengahan semester 3. Kenapa saya merasa lebih dari teman saya itu, katakanlah B namanya? Karena saya melihat dari satu sudut pandang: AKADEMIS. Apa yang terjadi? Tak sengaja saya ikut kumpulan dengan teman saya B, ke rumahnya. Betapa kagetnya saya, dari situ saya ketahui ternyata B teman saya itu, dia menjadi tulang punggung keluarga semenjak Ayahe pulang ke Gusti Pangeran, pada saat dia masih SMA! Namun dia dengan kondisi ini mampu menyekolahkan adiknya, dan dia pun bisa menuntut ilmu juga! Luar biasa!! Betapa kecilnya saya jika dibanding dengan teman B saya ini. Kondisi ini tak kelihatan saat berkumpulkan dengan teman lain. Malah B teman saya ini, setiap ketemu dengan teman lain, begitu riang gembira, sering membuat teman lain tertawa. Padahal B teman saya ini, jauh lebih ngenes hidupnya. Betapa kecilnya saya!! B teman saya ini pun, belum pernah saya temui dia sambat kepada teman-2nya, apalagi sambat kepada saya!!! Sampai sekarang saya merasa belum ada apa-apanya dibanding teman B saya ini. Sukses untukmu teman. Pernah sepintas saya bertanya kepada diri sendiri, B iki sambat karo sopo yo? Kok iso yo dek'e kuat?

Dan saya yakin di luar sana, masih banyak B-B lain yang sama, atau lebih ngenes dari B teman saya ini! Malu rasane saya kalau mau sambat! Tapi apa boleh buat, saya bukan B, saya manusia biasa, tak luput dari sambat dan sambat!

Awas jangan salah sasaran!! Itu pesan yang pingin saya bangun. Tapi bukan berarti kita tak boleh sambat sama sekali. Cukup Gusti Pangeran pelindung kita. Jangan salah sasaran untuk sambat. Karena kalau salah sambat, bisa menyakitkan orang yang kita sambati. Misalnya saya sajalah yang jadi obyek. Saya pernah disambati teman saya, katakanlah H. Teman saya ini sambat kepada saya: oalah mas, gajiku titik, gak cukup gae kebutuhan hidup, gae tuku pulsa'wae entek .... !!!!

Saya bingung mau bersikap apa, karena saya tahu, kalau teman saya ini: HP-nya 2, dobel simkat pula, nomor HP-nya 4 pula! Punya Yamaha Beat pula! Punya Yamaha Tiger pula!!! Alamak! Masih sambat pula ........ !!!!!!!! Kepikiran di benak saya: punya demikian banyaknya benda-2 dibanding lain, masih sambat, kondisi yang bagaimana ya manusia tidak sambat? Persepsi setiap orang berbeda-beda!


Sekali lagi jangan salah sasaran. Dan saya hanya sampaikan kepada teman-2 pembaca, saya tidak berniat sambat lewat media ini. Tulisan ini bukan keluhan, sebaliknya saya pastikan bahwa hanya untuk memiliki pemahaman lebih tentang sebuah ide dan gagasan.

Salam sukses untuk teman-2 semua. Esok pagi pasti lebih cerah! Mudah-2an kita semua termasuk orang yang pandai bersyukur. Terima kasih kasih Gusti Pangeran, atas anugerah ini, yang tak dapat dihitung. Hamba daif di hadapan-Mu.

31 Maret 2012

Secuplik tentang Supervisi Pengajaran

Apa itu supervisi? Jika pertanyaan itu diajukan kepada guru, maka lazim jawaban mayoritas ialah pengawasan. Supervisi ialah pengawasan? Supervisi berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua kata yaitu super yang berarti lebih; dan vision yang berarti melihat atau meninjau. Secara terminologi supervisi diartikan sebagai serangkaian usaha bantuan pada guru. Sehingga supervisi secara etimologis mempunyai konsekuensi disamakannya pengertian supervisi dengan pengawasan dalam pengertian lama, berupa inspeksi sebagai kegiatan kontrol yang otoriter. Supervisi diartikan sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membawa guru (orang yang dipimpin) agar menjadi guru yang semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan khususnya agar dapat meningkatkan keefektifan proses pembelajaran.

Supervisi terutama sebagai bantuan yang berwujud layanan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah, dan pengawas serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Jika yang dimaksudkan supervisi adalah layanan profesional untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka banyak pakar yang memberikan batasan supervisi sebagai bantuan kepada guru untuk mengembangkan situasi pengajaran yang lebih baik. Supervisi lahir dari fungsi actuating (menggerakkan) yang di dalamnya terdapat unsur membina, membantu, membimbing, dan memotivasi. Sedangkan pengawasan lahir dari fungsi controlling yang di dalamnya terdapat unsur evaluasi hasil kerja bawahan oleh atasan. Sehingga supervisi dengan pengawasan sangatlah berbeda.

Pandangan guru terhadap supervisi cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Guru pada dasarnya tidak membenci supervisi, tetapi tidak suka terhadap gaya supervisor. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih. Self evaluation merupakan salah satu kunci pelayanan supervisi karena dengan self evaluation supervisor dan guru dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan tersebut secara kontinu.

Pendekatan Supervisi

Ada tiga pendekatan yang dapat diterapkan supervisor dalam melaksanakan supervisi, yakni pendekatan ilmiah, artistik, dan klinis. Supervisi ilmiah berpandangan pengajaran sebagai ilmu, oleh karena itu perbaikan pengajaran dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah, yakni rasional dan empirik. Indikator keberhasilan mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses belajar mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah menekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan. Supervisor melaksanakan penelitian bidang pengajaran, yakni terkait teori, paradigma, dan desain eksperimental pengajaran. Guru melakukan penelitian tentang faktor yang dapat memengaruhi hasil pengajaran. Guru mengkaji elemen yang dapat memengaruhi kesuksesan belajar, yakni emosional, bakat, intelegensi, ketekunan, kualitas pengajaran, dan kesempatan belajar.

Supervisi artistik berkembang sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap pendekatan ilmiah. Mengkritik kelemahan pendekatan ilmiah secara internal, yang disinyalir gagal karena menggeneralisasikan tampilan pengajaran yang tampak sebagai keseluruhan peristiwa pengajaran. Pendekatan artistik melihat berhasil tidaknya pengajaran, usaha meningkatkan mutu guru banyak menekankan pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan supervisor sebagai saran untuk mengapresiasi kejadian pengajaran yang bersifat subleties (halus, lembut) dan sangat bermakna di dalam kelas. Pengajaran dengan demikian dilihat secara ekspresif, puitis, dan bahkan menggunakan bahasa simbol dan kiasan. Faktor yang memengaruhi kegiatan pengajaran di dalam kelas diamati secara teliti.

Supervisi klinis merupakan bentuk bimbingan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik dalam perencanaannya, observasi yang cermat atas pelaksanaan, dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata, untuk meningkatkan keterampilan mengajar dan sikap profesional guru itu. Di dalam kata “klinis” tersirat cara kerja di bidang medis, di mana pihak yang memerlukan pertolongan itu datang atas prakarsa sendiri karena menyadari akan sesuatu kekurangan (gangguan kesehatan), dianalisis berdasarkan keluhan-keluhan pasien, dan pada akhirnya diberikan terapi. Dalam dunia medis, dokter memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pasien, diadakan diagnosis, prognosis, penentuan penyakit, treatment, dan follow up.

Masa Depan Supervisi

Supervisi dengan model lama (inspeksi) dapat menyebabkan guru merasa takut, tidak bebas dalam melaksanakan tugas, dan merasa terancam keamanannya bila bertemu dengan supervisor, tidak memberikan dorongan bagi kemajuan guru. Oleh karena itu, semua kegiatan pembaharuan pendidikan, termasuk pembaharuan kurikulumnya, yang dilakukan dengan pengerahan waktu, biaya, dan tenaga bisa menjadi sia-sia. Fungsi utama supervisi ialah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan pembelajaran.

Masa depan supervisi diarahkan kepada kondisi kepekaan, kepedulian, dan penghargaan kepada guru dalam mengembangkan kondisi pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru terus bergerak kontinu, mencapai keefektifan pembelajaran yang tak ada titik kulminasi di dalamnya. Di sini supervisor dituntut untuk terus meningkatkan keahliannya. Perpaduan dari berbagai pendekatan supervisi oleh supervisor dapat meningkatkan nilai lebih dan bermakna dari pelaksanaan supervisi dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Jika supervisi dilaksanakan dengan sepenuh hati, “riang gembira”, tak ada unsur paksaan, atau pengawasan, maka lambat laun guru akan merasakan bahwa supervisi ialah kawannya dalam meningkatkan profesionalisme. Guru merasa nyaman dengan supervisi. Mudah-mudahan.

23 Maret 2012

Jambu Alas

Semenjak saya sering naik bus rute Madiun - Jombang, apalagi rute Nganjuk - Jombang, sering ketemu dengan teman-2 musisi. Semenjak itu juga saya sering mendengar lagu-2 Jawa. Sip. Salah satu lagu yang saya suka judule Jambu Alas dari Om. Didi Kempot. Iiihuuu .......
Gayeng lagune. Ini Liriknya.

*Kelingan manis eseme trus kelingan ramah gemuyune

Tresno lan kasih kasih sayange karep atiku klakon dadi bojone

Sayange wis duwe bojo nanging aku aku wis kadong tresno

Nelongso rasaneng ati yen aku ra klakon melu nduweni

** reff:

Jambu alas kulite ijo sing di gagas wis duwe bojo

Ada gula ada semut durung rondo ojo di rebut

Sumpah neng batin yen kulo tidak di kawin

Tekading ati ora bakal luru ganti

Sumpah wis janji arep sehidup semati

seneng lan sedih bareng bareng di lakoni

Jambu alas nduk manis rasane

Snajan tilas tak enteni rondone

Iiihuuu .............. anyar eneh

10 Maret 2012

Jangan Susah

Suatu saat sekitar tahun 2004 saya pulang dari Malang, hari sabtu pagi, sampai di Kediri sekitar pukul 12.45, seperti biasa langsung tancap dolan ke rumah teman saya (dan sekarang pun, sampai kapan pun tetap teman saya, walau lain dunia). Ibarat di kata kalau ada saya pasti ada teman saya itu, dan sebaliknya, yang jelas saat di Kediri. Teman yang saling berbagi, mengingatkan, dan tetap mudah-2an dalam hal kebaikan. Saat itu memang saya ndak punya no dan po, ditambah perut juga luwe banget, tak empet (ditahan) memang. Mau makan apa coba? Tak punya no dan po? (Dan jangan salah arti, saya menulis ini bukan mengeluh, hanya mengenang dengan hati GEMBIRA) Tapi saya tetap riang gembira, tak ada rasa susah, sedih, apalagi nangis. Di perjalanan dengan kereta pun senang melihat orang yang lalu lalang naik turun. Tetap fun yang penting. Di dalam hati sebenarnya pingin langsung saja minta traktiran ke teman saya itu, sebutlah RG githu teman saya, tapi ada rasa yang menahan: "ojo lah, mosok moro mung jaloh mangan". Tapi tak saya pungkiri memang dalam hati pingin ditraktir juga!!! Lah dilalah sampai di rumahnya, lha kok pas teman saya itu pergi keluar rumah, saya ndak tahu ke mana, saat itu saya melihat teman saya itu naik sepeda. Di dalam saya berkata: Lah kiamat kon, RG nyang endi kae, ndak sido mangan iki, moncrot iki!! Di dalam hati berkata githu namun tetap guyu, tersenyum wae. Akhire yo cuma cangkruk di rumahnya dengan orangtuane. Nasib!!! Seperti biasa canda tawa tetap ada, malah yang terkadang ditanya dari orangtuanya teman saya ini mesti ini: Piye cewek-2 Malang, ayu-2 ora? Ini juga jawaban langganan saya: Oalah Pak, masio ayu-2 ndak gelem cewek Malang kaleh kuloe, soale kulo mbladus!! Saya pulang sekitar pukul 18.00, sudah maghrib. Jalan sambil guyu-2 sendiri, ndak jadi makan. Namun sekitar pukul 18.30 teman saya itu datang ke rumah saya. Mungkin sudah jadi naluri teman kali ya, ngerti kalo temane keluwen tenan (bukan berarti di rumah tak ada nasi yang makan yo, tapi memang saya semenjak di malang, malu rasanya makan ikut orang tua). Nah rejeki nomplok iki, makan juga akhire!!!! Sip enak tenan, seperti biasa, mie ayam depane pasar Kras, murah meriah. Terima kasih pren!!! Semenjak itu, saya tambah sadar, teman baik ialah mau berbagi (bukan berarti berbagi makan wae), tapi sebuah spirit perjuangan. Satu hari tak makan (bukan puasa, hari sabtu pada waktu itu), saya tak merasa lapar. Senang malahan, hati senang, lapar tak terasa. SENANG kata kuncinya. Terima kasih teman, mudah-mudahan Engkau BAHAGIA di sana, seperti aku di sini, BAHAGIA.

01 Februari 2012

PERGI HAJI CUMA Rp. 500??

Kalau kita naik bus jurusan Madiun-Jombang, lanjut Jombang-Malang, kita akan berjumpa dengan para musisi yang multi talenta. Mereka tak kalah dengan Jamrud, Boomerang, dan Didi Kempot. Hebat excelent semua. Ya musisi jalanan namanya. Ngamen neng bis-bisan! Saya senang jika berjumpa dengan mereka, sahabat di dalam bus. Rute Madiun-Jombang, memiliki karakter yang dipengaruhi oleh budaya Jawa Timuran. Nyanyinya enak, ada guyonannya, lagunya Jawa (campur sari), seperti lagu Jambu Alas. Saya ndak suka musisi yang nyanyi lagu sendu, cengeng, apalagi berbau cinta, yang mendayu-dayu! Ini terutama lagu-lagu pop. Lagu-2 campur sari, jan top tenan. Hidup penuh warna, tak hanya mendengarkan lagu itu-itu saja. Lain lagi Rute Madiun-Yogyakarta, musisinya lebih alus, sopan, dan kalem. Agak beda dengan rute Madiun-Jombang. Saya pernah menjumpai musisi dengan menyanyikan jula-juli Suroboyoan di Rute Madiun-Yogyakarta. Top!!! Satu hal membedakan musisi bis-bisan dengan musisi dari artis. Saya senang, top pokoknya, diakhir nyanyi, musisi bis-bisan sering mendoakan para penumpang bis, seperti doa: selamat sampai tujuan, rejeki melimpah, sehat, keluarganya tenteram. Dan doa yang saya suka paling utama ialah: penumpang didoakan DAPAT PERGI HAJI! Saya punya tesis demikian: Orang yang bisa pergi Haji salah satu penyebabnya ialah dikabulkannya doa teman-teman musisi bis-bisan. Coba kalau kita cermati, musisi dari artis, setelah nyanyi dipanggung, paling banter mengucapkan: terima kasih, atau saat live concert paling banter mengucapkan: terima kasih, hati-hati di perjalanan, dan nama sponsornya. Beda dengan musisi bis-bisan. Tanpa ada bandrol HTM konser musisi bis-bisan, bebas mau beri Rp. 500 boleh, tak memberi juga boleh, dapat doa bisa pergi Haji. Kita jangan berbangga dulu, percaya diri dulu atas "terkabulnya" keinginan dan harapan kita, karena doa yang kita panjatkan. Siapa tahu itu karena doa orang lain kepada kita. Sungguh hak Gusti Pangeran yang mendengar dan mengabulkan doa. Kita tak tahu. Mudah-mudahan pembaca yang muslim dapat pergi Haji semua, yang tak membaca tulisan ini juga mudah-mudahan bisa pergi haji semua. Mudah-mudahan teman-teman saya para musisi bis-bisan diberi kemudahan, teduh hatinya, lapang, rejeki melimpah, tercapai harapan dan citanya, kesehatan, dan juga dapat pergi Haji bagi yang muslim.