Dalam perjalanan hidup ini, seringkali saya menjumpai orang-orang, yang dengan rasa penuh penyesalan menceritakan berbagai kegagalannya dalam meraih sesuatu keinginannya atau harapan-harapannya selalu lolos dari tangannya. Ada banyak macam cerita tentang kegagalan meraih impian itu. Anda yang bercerita, gagal menarik hati lawan jenisnya untuk dijadikan seorang kekasih, ada yang gagal mendapatkan pekerjaan, ada yang tidak diterima proposal tender bisnisnya, ada juga yang menyesal karena calon rekanannya tidak jadi menjalin kerjasama, dan masih banyak lagi keluhan-keluhan penyesalan yang saya dengar.
Tetapi meskipun saya mendengar berbagai macam cerita keluhan penyesalan dari orang-orang itu; ada satu hal menarik perhatian saya, yaitu: ada sebuah kata yang selalu sama, yang selalu diucapkan oleh orang-orang itu; sebuah kata yang selalu ikut dalam setiap kalimat penyesalan; sebuah kata itu adalah "Seandainya". Kata "Seandainya..." inilah yang selalu mengikuti setiap ada suatu penyesalan diri. Seperti yang diucapkan seorang yang gagal mencari kekasih, "Seandainya saja saya waktu itu tidak terlalu emosional, tidak kelewat marah pada si dia, mungkin dia sudah menjadi pacar saya saat ini". Atau yang gagal mendapatkan pekerjaan, "Seandainya waktu itu saya bisa deng! an baik menjawab pertanyaan pewawancara, pasti saya sudah bekerja saat ini". Yang kehilangan kesempatan dapat tender bisnispun mengeluh, "Seandainya proposal tender itu sudah saya siapkan dengan matang; mungkin tender itu jatuh ke tangan saya". "Seandainya saya bisa lebih persuasive dengan calon rekanan, mungkin dia mau bekerjasama dengan saya", begitu kata orang yang ditinggal calon rekanannya.
Yah - kata "Seandainya..." akan selalu menyertai sebuah penyesalan. Mungkin hal sama bisa terjadi pada diri Anda,"Seandainya saya bisa mengikuti saran-saran yang baik, pasti saya bisa berubah menjadi sosok pribadi yang lebih baik dan sukses". Itu hanya contoh saja. Memang hal yang sangat manusiawi jika kita pernah menyesalkan sesuatu kejadian, yang tidak mungkin kita bisa memutar mundur waktunya agar kita bisa memperbaikinya.
Kata "Seandainya..." sebenarnya lebih merupakan sebuah pembelaan diri sendiri atas kegagalannya, yang lebih disebabkan oleh kelalaian atau keteledorannya sendiri. Dengan berkata "Seandainya..." memang membuat seseorang merasa lebih ringan beban mental psikologisnya. Dengan berkata seperti itu, dia sudah membebaskan rasa bersalahnya; dengan jalan mencari "kambing hitam" akibat kelalaiannya itu. Biarpun dalam hal ini yang menjadi "kambing hitam" adalah dirinya sendiri, tetapi dia bisa merasa sedikit lebih puas; dibandingkan jika dia mengatakan sejujurnya seperti, "Wah, saya salah...". Dengan mengatakan, "Seandainya" itu akan lebih memperhalus tuduhan kesalahan pada diri sendiri, akibat kelalaiannya.
Pokok terpenting di sini adalah: Anda jangan sampai terjebak dengan suatu penyesalan "Seandainya..." ini. Kelalaian atau kesalahan dalam bertindak memang bisa saja terjadi. Tetap! i Anda harus bisa menerima dan mempelajarinya, bagaimana hal itu bisa terjadi; untuk kemudian Anda bisa mengantisipasinya sendiri pada waktu yang lain, maka akan semakin memperkecil tingkat kesalahan di masa mendatang. Jadi janganlah Anda senang dengan kata "Seandainya...".
Segera ubahlah penyesalan yang Anda rasakan, dengan sebuah tindakan praktis dengan cara mempelajari kesalahan-kesalahan yang sekiranya telah Anda lakukan; kemudian cobalah merumuskannya kembali dengan lebih baik. Gunakanlah kekuatan pikiran Anda yang "Super Mind" ini dengan se-optimal mungkin. Anda bisa memanfaatkan kekuatan dari energi tanpa batas yang terdapat di dalam diri Anda ini.
18 Juni 2009
Penyakit Kronis: "Seandainya"... Harus Cepat Dimusnahkan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar