20 Maret 2010

MBS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

MBS merupakan salah satu gagasan yang diterapkan untuk meningkatkan pendidikan umum. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran siswa. Dengan demikian, ia bukan sekadar cara demokratis melibatkan lebih banyak pihak dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan itu tidak berarti banyak jika keputusan yang diambil tidak membuahkan hasil lebih baik.

Kita belum memiliki pengalaman untuk mengaitkan penerapan MBS dengan prestasi belajar siswa. Di Amerika Serikat upaya mengaitkan MBS dengan prestasi belajar siswa masih problematis (Peterson, 2002). Belum banyak penelitian kuantitatif yang telah dilakukan dalam topik ini. Selain itu, masih diragukan apakah benar penerapan MBS berkaitan dengan prestasi siswa. Boleh jadi masih banyak faktor lain yang mungkin mempengaruhi prestasi itu setelah diterapkannya MBS. Masalah penelitian ini makin diperparah dengan tiadanya definisi standar mengenai MBS. Studi yang dilakukan tidak selamanya mengindikasikan sejauh mana sekolah telah mendistribusikan kembali wewenangnya.

Salah satu studi yang dilakukan yang menelaah ratusan dokumen justru menunjukkan bahwa dalam banyak contoh, MBS tidak mencapai tujuan yang ditetapkan. Studi itu menunjukkan bahwa peningkatan prestasi siswa tampaknya hanya terjadi di sejumlah sekolah yang dijadikan pilot studi dan dalam jangka waktu tidak lama pula. Hasil MBS di daerah perkotaan masih belum jelas benar. Di sekolah di daerah pinggiran kota Maryland menunjukkan adanya peningkatan prestasi siswa dalam skor tes terutama di kalangan orang Amerika keturunan Afrika, setelah menerapkan lima langkah rencana reformasi, termasuk MBS. Namun, di tempat lain, seperti Dade County, Florida, setelah menerapkan MBS selama tiga tahun, prestasi siswa di sekolah-sekolah dalam kota justru menurun.

Meskipun peningkatan skor tes mungkin dapat dipakai sebagai indikasi langsung kemampuan MBS meningkatkan prestasi belajar siswa, cukup banyak pula bukti tidak langsung. Misalnya, sudi kasus yang dilakukan terhadap dua distrik sekolah di Kanada menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang didesentralisasikan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih efektif. Salah seorang guru memutuskan untuk mengurangi penggunaan mesin fotokopi agar dapat mempekerjakan staf tambahan. Tinjauan tahunan sekolah menunjukkan bahwa kepuasan siswa sekolah menengah pertama dan lanjutan meningkat terhadap banyak hal setelah diadakannya pembaruan.

Para siswa menunjukkan adanya peningkatan dalam bidang-bidang penting seperti kegunaan dan efektivitas mata pelajaran dan penekanan sekolah atas sejumlah kecakapan dasar. Pengambilan keputusan bersama telah meningkatkan kejelasan guru tentang tujuan pengajaran serta metode yang pada gilirannya meningkatkan efektivitas pengajaran. MBS dipandang meningkatkan kepuasan kerja guru, khususnya ketika para guru memainkan peranan yang lebih menentukan ketimbang sekadar memberikan saran.

Di Dade County, Florida, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tiga tahun penerapan MBS memberi kontribusi pada terciptanya lingkungan yang lebih kolegial dan lebih sedikit siswa yang bermasalah. Namun, survei yang dilakukan di Chicago menunjukkan bahwa MBS tidak selamanya popular di kalangan guru. Tiga perempat dari seratus orang guru yang disurvei menyatakan bahwa reformasi desentralisasi sekolah di Chicago telah gagal meningkatkan prestasi belajar siswa, dan bahkan lebih banyak lagi responden yang menyangkal bahwa perubahan itu telah meningkatkan motivasi guru.

Kenapa MBS Tidak Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar?

Dalam praktik penerapannya di Amerika Serikat ada indikasi bahwa banyak kelemahan MBS dikarenakan penerapannya yang tidak komprehensif; artinya MBS diterapkan sepotong-sepotong. Para anggota dewan sekolah biasanya dikendalikan oleh kepala sekolah, sedangkan pihak-pihak lain tidak banyak berperan. Pola lama di mana administrator pendidikan menetapkan kebijakan, guru mengajar, dan orang tua mendukung tampaknya masih dipertahankan. Pola yang tertanam kuat ini sukar ditanggulangi. Apabila para anggota dewan tidak disiapkan dengan baik, mereka sering kali sangat bingung dan cemas untuk mengemban tanggung jawabnya yang baru.

Acapkali, Tim MBS hanya berkonsentrasi pada hal-hal di luar kegiatan pembelajaran. Pengamatan penerapan MBS menunjukkan bahwa dewan sekolah cenderung memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan seperti penghargaan dan pendisiplinan siswa ketimbang pada pengajaran dan kurikulum. Selain itu, ada pula indikasi bahwa MBS membuat kepala sekolah menjadi lebih berminat dengan hal-hal teknis administratif dengan mengorbankan aspek pembelajaran. Dengan kata lain, peran kepemimpinan pendidikannya diabaikan.

Namun, kekurangpedulian terhadap proses pembelajaran di dalam kelas bukanlah penyakit bawaan MBS. Tim MBS tidak dapat dipersalahkan karena tidak berhasil mendongkrak skor tes siswa jika mereka tidak mendapat kewenangan untuk melakukan hal itu. Misalnya, pengamatan di Chicago menunjukkan bahwa wewenang pendidikan sebagian besar telah didelegasikan kepada orang tua dan anggota masyarakat lainnya. Selain itu, tidak fair untuk mengharapkan adanya dampak atas suatu reformasi pendidikan di daerah pinggiran kota besar yang telah porak-poranda oleh seringnya terjadi kasus-kasus kebrutalan, kejahatan, dan kemiskinan.

Bagaimana Agar MBS Meningkatkan Prestasi Belajar?

MBS tidak boleh dinyatakan gagal sebelum memperoleh kesempatan yang adil untuk diterapkan. Banyak program yang tidak berkonsentrasi pada prestasi pendidikan, dan banyak pula yang merupakan variasi dari model hierarkis tradisional ketimbang penataan ulang wewenang pengambilan keputusan secara aktual. Pengalaman penerapan di negara lain menunjukkan bahwa daerah yang benar-benar mendelegasikan wewenang secara substansial kepada sekolah cenderung memiliki pimpinan yang mendukung eksperimentasi dan yang memberdayakan pihak lain. Ada indikasi bahwa pembaruan yang berhasil juga mengharuskan adanya jaringan komunikasi, komitmen finansial terhadap pertumbuhan profesional, dukungan dari semua komponen komunitas sekolah. Selain itu, pihak yang terlibat harus benar-benar mau dan siap memikul peran dan tanggung jawab baru. Para guru harus disiapkan memikul tanggung jawab dan menerima kewenangan untuk berinisiatif meningkatkan pembelajaran dan bertanggung gugat atas kinerja mereka.

Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi siswa. Oleh sebab itu, harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi siswa. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil.

Pertanyaannya, sudahkah daerah siap melaksanakan MBS? Penulis khawatir tidak banyak daerah di Indonesia yang benar-benar siap menerapkan MBS. Masih terlalu banyak hambatan yang harus ditanggulangi sebelum benar-benar menetapkan MBS sebagai model untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat dikaji dari realita sekarang yang menunjukkan MBS telah tenggelam di sekolah. MBS sekarang sudah tidak tenar lagi seperti tahun-tahun awal proyek pembinaan MBS. Ataukah hanya karena dana proyek MBS sudah tidak ada sehingga sekolah merasa enggan untuk mengembangkan MBS?

Tidak ada komentar: